SAKO’s Journey ke Ganggo Hilia, Jejak Rajo Bandaro
Bagikan:

SAKO.OR.ID – Ganggo Hilia, Nagari Rajo Bandaro. Ialah rajo adat syara’ (rajo adat plus rajo ibadat) dari Rajo 4 Selo. Menarik, citra cerita Syahrial Dt. Bandaro, salah seorang pewaris Rajo Bandaro, satu di antara Rajo 4 Selo di Bonjol (dulu Alahan Panjang) Rantau Pasaman itu. SAKO’s Journey asyik mendengar ceritanya di rumah kaumnya Kampung Dalam, Padang Laweh, Ganggo Hilia Kamis sore 24 November 2022.

Dt Parpatiah berdialog dengan mamak rumah Rajo Bandaro

Team SAKO’s Journey ke Ganggo Hilia setelah acara Duduk Bersama diskusi penguatan limbago adat, sako pusako salingka kaum di Nagari Koto Rantang, Palupuh, Agam. Adalah etape berikutnya dari team SAKO’s Journey yang besoknya terus ke Nagari Pagadih. Adalah sebuah nagari di Palupuh yang berpagar pohon batang gadih oleh leluhur mereka penghulu nan-6 dalam basa-12 asal dari Kamang.

Nagari Ganggo Hilia Kaya Sejarah di Bonjol

Terkesan, Nagari Ganggo Hilia memiliki sejarah Rajo Bandaro satu di antara Rajo 4 Selo. Kaumnya di Kampung Dalam, Padang Laweh, Bonjol.

Nagari Ganggo Hilia orbitasinya di Kecamatan Bonjol, yakni satu di antara 4 Nagari di Bonjol. Luas Nagari 45,77 km persegi.

Jarak 1 km dari Kantor Wali Nagari ke Ibu kecamatan. Ke ibu kota Kabupaten, Lubuk Sikaping 21 km. Sedangkan ke Padang Ibu kota Provinsi Sumatera Barat, 152 km.

Masjid jejak sejarah Rajo Bandaro

Secara demografis menurut sensus 2018, Ganggo Hilia penduduknya 8.432 jiwa. Laki-laki 4.159 dan perempuan 4.273 jiwa.

Dari pespektif pemerintahan Nagari Ganggo Hilia punya 12 jorong. Dua belas jorong itu: (1) Kampuang Caniago, (2) Kampuang Jambak, (3) Kampuang Koto (4) Kampuang Sianok, (5) Kampuang Talang, (6) Musus, (7) Padang Baru, (8) Padang Bubus, (9) Padang Laweh, (10) Pasar, (11) Tanjung Alai, dan (12) Tanjung Bungo.

Nagari Ganggo Hilia, memiliki service centre (pusat pelayanan). Pusat pelayanan pendidikan, ada SD 8 Unit, SMP 2 unit dan SMA 1 unit. Pusat pelayanan kesehatan, 1 unit Puskesmas dan 1 unit Puskesmas Pembantu. Pusat pelayanan ibadat ada 9 Unit masjid dan 23 unit surau/ mushala.

Rajo Bandaro dan kakaknya puti di antara puti kampung dalam di dampingi Dt. Parpatiah dan Istri juga puti dalam kaum Dt Bandaro.

Bahkan untuk kawasan 4 Nagari di Bonjol kaya sejarah dan service centre. Pusat pelayanan wisata religi, ada DTW makam-makam ulama syekh, raja dan penghulu. Ada DTW peninggalan perang artefak Meriam Tuanku Imam Bonjol. Juga warisa budaya jenis wisata kuliner, khas makanan Bonjol di antaranya kipang pulut. Ada pula wisata budaya DTW kawasan pengembangan pertunjukan seni gerak Silek Sambuik Sapuluah dan yang baru ada seni tari bentuk pertunjukan Ronggeng Musus yang cukup populer.

Selain wisata religi, peninggalan perang, dan wisata budaya dan kuliner, juga kaya wisata alam dan tanaman hias kaktus. Di antara wisata alam perbukitan dengan perairan yang aliran airnya berpotensi dan berpeluang olah raga Arung Jeram. Selain itu juga ada perbukitan dikenal Bukit Benteng Bukit Tajadi, disebut sebagai bukti perang juga, yakni Benteng Pertahanan Tuanku Imam Bonjol. Ini semua bagian kekayaan alam Nagari Ganggo Hilia dan di keseluruhan 4 Nagari di Kecamatan Bonjol Kabupaten Pasaman.

Bahkan masih di Ganggo Hilia, terdapat Situs Prasasti Ganggo Hilia. Situs Prasasti dimiliki masyarakat hukum adat dipasilitasi Nagari Ganggo Hilia. Karena demikian pentingnya situs ini sudah dicatat sebagai cagar budaya di Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) dengan nomor inventaris 12/BCB-TB/A/08/2007. Lokasinya di Ganggo Hilia, di Jalan Dusun, Jorong Pasar. Luas situs 115 cm x 180 cm x 96 cm terletak pada lahan seluas 120 X 130 m.

Negeri Pahlawan Imam Bonjol dan Achmad Mochtar

Nagari Ganggo Hilia bagian dari keseluruhan subkultur Minangkabau “Alahan Panjang rantau Pasaman” sekarang disebut Bonjol. Terletak di Kecamatan Bonjol sekarang, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat. Rantau Pasaman ini menaruh banyak pahlawan.

Sebagai nagari pahlawan, banyak pahlawan besar lahir dari Nagari Bonjol ini. Ada pahlawan nasional Tuanku Imam Bonjol (1772- 6 November 1864). Juga ada ilmuan dunia, ialah Dokter spesialis ahli virus Prof.Dr. Achmad Mochtar (10 November 1890 – 3 Juli 1945), yang menjadi tumbal kebrutalan Kolonialism Jepang diduga berselingkuh dengan Amerika dulu menjelang Indonesia Mereka.

Nagari Rajo 4 Selo Bonjol

Selain Imam Bonjol dan Achmad Mochtar juga ada pahlawan yang dikenal dalam Masyarakat Hukum Adat dari Rantau Pasaman, ialah Raja 4 Selo. Juga ada yang melegenda, di antaranya Puti Mayang Manadu, Syekh Qalibi makamnya di Padang Bubus/ Bubuih, Syekh Maulana Ibrahim makamnya di Koto Kaciak Ungguak Batu dan Syekh Muhammad Said makamnya di Suraunya di Bonjol, dan pahlawan lainnya.

Khusus jejak kebesaran Rajo 4 Selo itu terdapat di 4 nagari Bonjol sekarang (dulu Alahan Panjang Rantau Pasaman). Empat Nagari itu: (1) Nagari Ganggo Hilia, (2) Nagari Ganggo Mudiak, (3) Nagari Koto Kaciak dan (4) Nagari Limo Koto.

Rajo 4 Selo di 4 Nagari – Bonjol itu menjadi simbol kebesaran pucuk adat Alahan Panjang Rantau Pasaman. Rajo 4 Selo itu ialah: (1) Dt. Bandaro, Suku Tanjung, Rajo di Ganggo Hilia, berpusat di Kampung Dalam Padang Laweh, (2) Dt Sati, Suku Melayu, Rajo Ganggo Mudiak, (3) Dt. Bagindo Kali Suku Melayu, Rajo Koto Kaciak, dan (4) Dt. Bagindo Rajo Limo Koto, Suku Tanjung.

Rajo Bandaro di Ganggo Hilia

Rajo Bandaro langgamnya disebut sampai ke bukit Gunung Malintang batas 50 Kota. Sedangkan Rajo Bagindo Kali disebut langgamnya sampai ke ombak nan badabua. Lebih lanjut dapat ditelusuri dari para pemangku adat di Bonjol.

Dulu Rajo Bandaro, kebesarannya sebagai raja adat syara’ (rajo adat dan rajo ibadat), raja pertamanya ialah Tuanku Tun Kayo Bandaro Langik. Makam/ kuburnya terdapat di Padang Lubuak Usa (Asal). Disebut pewarisnya Datuk Bandaro, Tuanku inilah yang pertama mancancang latiah (membuka wilayah dan meneruka) di Ganggo Hilia Bonjol yang dulu bernama Alahan Panjang.

Kampuang Dalam, Padang Laweh termasuk sub kultur adat di Kampuang nan tigo sampai kini. Kampuang nan tigo itu adalah: Musuik, Padang Laweh dan Padang Bubuih. Penghulunya Dt Pangulu Bando Putiah, ialah kamanakan Rajo Bandoro di Ganggo Hilia.

Setelah Alahan Panjang jadi nagari, Tuanku Tun Kayo Bandaro Langik balik pulang ke Pagaruyung, cerita pewarisnya Syahrial Dt Bandaro payung suku tanjung di Kampung Dalam. Balik ke Pagaruyung, tepatnya ke Ranah Ulak Tanjuang Bungo, sentra orang suku Tanjung, sebut Mak Katik Suhaimi. Tujuan balik ke Pagaruyung itu, menjemput kapanakannya tiga orang. Satu orang perempuan, terus ke Parik Batu. Dua lagi laki-laki terus ke Alahan Panjang atau Bonjol kini, cerita pewaris rajo Dt. Bandaro itu.

Kedua kemenkan Pewaris Tuanku Tun Kayo Bandaro Langik tadi memperkuat Rajo Bandaro dan penghulu adat membangun masyarakat hukum adat. Kata Syahrial Dt. Bandaro pewaris Rajo Bandaro, masih ditemukan jejak kebesaran Rajo 4 Selo di Bonjol. Khusus Rajo Bandaro di Ganggo Hilia, jejak kebesarannya masih dapat ditemukan di Kampung Dalam dan di Bonjol umumnya. Di antaranya ada ulayat, kaum suku tanjung, masjid, rumah gadang dan makam lainnya.

SAKO bertemu dan bercerita panjang dengan pewaris rajo di Ganggo Hilia Syahrial Dt. Bandaro. Sekarang ia payung suku rajo adat sara’ yakni penghulu suku Tanjung. Kaumnya di kampung rajo yakni Kampuang Dalam, di Joong Padang Laweh, Ganggo Hilia, Bonjol sekarang.

SAKO’s Journey, sebagian teamnya sempat duduk bercerita dengan Dt Bandaro pewaris Rajo Bandaro Ganggo Hilia. Di antara tim SAKO’s Journey ialah Dt. Parpatiah dan isterinya satu di antara puti-puti dalam kaum Rajo Bandaro Ganggo Hilia. Juga ada Mak Katik Suhaimi, AR Piliang, Dt Rajo Putiah lainnya. Sementara team SAKO’s Journey lainnya masih membidik Nagari Koto Rantang Palupuh, Agam. Mereka Dt. Inaro, Didi Rio Mandaro dan Afrizal.***

Bagikan:
2 Nagari di Palupuh Agam Gelar Diskusi Adat Minangkabau
Bagikan:

SAKO.OR.ID – Dua nagari di Kecamatan Palupuh, Kabupaten Agam, Sumatera Barat menggelar diskusi adat minangkabau dengan mengangkat tema penguatan nilai-nilai adat tentang sako dan harta pusako.

Kedua nagari itu ialah Nagari Koto Rantang dan Nagari Pagadih. Di Koto Rantang, kegiatan dilaksanakan pada Kamis (24/11) di Aula Kantor Wali Nagari setempat. Sementara di Pagadih, kegiatan digelar pada keesokan harinya, Jumat (25/11) di Balai Pertemuan KAN Pagadih.

Kegiatan yang dihelat secara terpisah itu menghadirkan empat orang narasumber dari Yayasan SAKO. Keempat narasumber tersebut ialah Yulizal Yunus Datuak Rajo Bagindo, Hasanuddin Datuak Tan Patiah, Januarisdi Rio Mandaro dan Efrizon Datuak Inaro.

Wali Nagari Koto Rantang Novri Agus Parta Wijaya mengatakan, kegiatan ini digelar untuk berbagi sekaligus menyamakan pemahaman tentang nilai-nilai adat tentang gelar sako dan harato pusako.

Ia menegaskan, kegiatan ini ditujukan bukan untuk mengajari niniak mamak. Akan tetapi, untuk menguatkan dan menyamakan pemahaman serta wadah untuk belajar bersama.

Dokumentasi di Nagari Koto Rantang;

“Dengan kegiatan ini diharapkan semakin kuat pemahaman kita bersama untuk menghadapi masalah yang akan dihadapi kedepan,” kata Novri dalam sambutannya.

Dikatakan, kegiatan ini juga bagian dari untuk mewujudkan visi Nagari Koto Rantang yaitu nagari maju berdasarkan Adat Basandi Syara’-Syara’ Basandi Kitabullah.

Untuk itu, dirinya mengaku akan terus mendorong berbagai kegiatan dan program untuk mewujudkan visi yang ia bawa ketika maju sebagai wali nagari setahun silam.

“Visi ini telah menjadi visi kita bersama. Untuk itu kita akan terus mendorong lahirnya program tersebut. Kepada inyiak narasumber untuk dapat terus memberikan ilmu dan materinya di kesempatan berikutnya sebagaimana permintaan dari masyarakat tadi,” katanya.

Senada dengan itu, Wali Nagari Pagadih Aliwar menyambut baik kegiatan diskusi adat Minangkabau tersebut. Ia mengatakan, kegiatan tersebut selain sesuai dengan visi dan misi di nagari yang dipimpinnya juga sesuai dengan visi misi Kabupaten Agam.

Ia memandang, kegiatan tersebut penting dalam menghadapi tantangan kedepan. Kata Aliwar, tantangan yang dihadapi oleh niniak mamak kedepannya semakin banyak dan komplek. Oleh karenanya, kegiatan penguatan nilai-nilai adat penting untuk dilaksanakan.

Dokumentasi di Nagari Pagadih;

Dalam kesempatan itu juga, Aliwar juga menyampaikan permohonannya agar Yayasan SAKO menjadikan Nagari Pagadih sebagai nagari binaan dan percontohan di Sumbar.

Ia mengatakan, Yayasan SAKO dipenuhi oleh orang yang ahli dalam berbagai bidang. Untuk itu, katanya, binaan dari Yayasan SAKO sangat diperlukan dalam memajukan dan nagari.

“Kita meminta binaannya bukan saja dari bidang adat. Tapi segala bidang. Karena kami menilai, Yayasan SAKO ini diisi oleh orang yang ahli dalam berbagai bidang,” pungkasnya.

Bagikan:
Seminar Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah dalam Pendidikan di Kota Bukittingi
Bagikan:

SAKO.OR.ID – Salah satu fokus program Yayasan SAKO Sumatera Barat adalah pewarisan nilai-nilai keminangkabau kepada generasi penerus bangsa, khsusnya di Sumatere Barat. Program ini dikembangkan dalam berbagai kegiatan yang tekait dengan penerapan kurikulum muatan lokal bagi anak sekolah, mulai dari usia dini sampai sekolah lanjutan tingkat atas.

Kegiatan-kegiatan tersebut diarahkan ke penguatan penerapan kurikulm Merdeka Belajar, khusunya muatan lokal, sesuia permendagri nomor 97 taahun 2014 tentang Kurikulum Muatan Loka dalam Kurikulum 2013, dan Perda Provinsi Sumatera Barat nomor 2 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pendidikan di Sumatera Barat.

Untuk itu, Yayasan SAKO melakukan berbagai kerja sama dengan pemerintah kabupaten/ kota se-Sumatera Barat dalam rangka percepatan penerapan kurikulum muatan lokal di seluruh Sumatera Barat.

Pada Kamis, 3 November 2022, dengan mengambil tempat di Audotirium Dang Tuangku, Hotel Pusako Bukittinggi, Yayasan Sako bekerja sama dengan PGRI Kota Bukittingi dan Dinas Pendidikan dan Kebudayan Kota Bukittingi menyelenggarakan Seminar Adat dengan tema Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah dalam Pendidikan di Kota Bukittinggi.

Seminar yang diikuti oleh guru se-Kota Bukittinggi, mulai dari taman kanak-kanak sampai sekolah menengah atas ini, menghadirkan tiga orang narasumber, H. Erman Safar, Walikota Bukitting, Drs. Januarisdi, MLIS, dari Yayasan SAKO, dan Fery Chofa, SH., LLM, dari LKAAM Kota Bukittinggi.

Dalam sambutannya, Wali Kota Bukittingi Erman Safar, yang diwakili oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bukittinggi, Melfi Abrar, memaparkan berbagai kegiatan unggulan dalam sektor pendidikan, kuhususnya pendidikan karakter dan kurikulum muatan lokal.

Dalam hal kurikulum muatan lokal Sumatera Barat, Januarisdi menyampaikan bahwa kurikulum muatan lokal telah diatur dalam Permendikbud nomor 79 tahun 2014 tentang Kurikulum Muatan Lokal dalam Kurikulum 2013.

Kebijkan ini diperkuat dengan Kurikumlum Merdeka 2022 yang mengatur bahwa muatan lokal tidak hanya diajarkan melalui mata pelajar tersendiri, tapi juga masuk kedalam semua mata pelajaran secara integratif, dan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila.

Bahkan, Pemerintah Provisni Sumatera Barat telah mengeluarkan Perda nomor 2 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pendidikan yang pasal 89 sampai 91 mengatur tetang Kurikulum Muatan Lokal. Pada pasal 89 ayat 2 diatur bahwa muatan lokal pendidikan di Sumatera Barat mencakup adat (kebudayaan), kesenian, Bahasa Minangkabau, dan kearifan lokal.

Ini adalah peluang yang harus dimanfaatkan oleh masyarakat Sumatera Barat untuk melakukan pewarisan nilai-nilai keminangkabauan, yang pada dasarnya adalah nilai universal yang hidup dan tumbuh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Di samping menjelaskan tentang hakikata adat, dan Adat Basandi Syaraka-Syarak Basandi Kitabullah, Januarisdi, Rio Mandaro yang akrab dipanggil Mak Didi memaparkan bagaimana mengimplemtasi konsep pendidikan surau kedalam pembelajaran muatan lokal dalam setting pembelajaran hari ini. Kalau sebelum ini kita mengenal program Seniman Masuk Sekolah, pembelajaran muatan lokal harus dilakukan dengan cara berbeda.

Niniak Mamak dan pemangku kepentingan lainnya, tidak harus masuk ke sekolah-sekolah, tapi murid dan siswa yang mendatangi niniak mamak dalam lingkungan pembelajaran aktual, Nagari.

Di Nagari, telah tersedia berbagai sarana dan prasarana pembelajaran aktual, mulai dari balai-musajik, swah-ladang, pandam-perkuburan, galanggang-pamedanan, rumah gadang dan sebagainya, berserta sistem masyarakatnya.

Persoalan yang harus dipecahkan segera adalah ketersediaan guru yang bertanggung jawab menjalankan program pendidikan dan pembelajaran muatan lokal. Hampir semua sekolah di Bukittinggi belum mempunyai guru khsus muatan lokal, walaupun Pemerintah Kota Bukittinggi telah mengajukan usulan pengangkatan guru muatan lokal.

Untuk itu, Yayasan SAKO menawarkan kerja sama dengan Pemerintah Bukuttinggi untuk melakukan pelatihan guru muatan lokal, yang siap terjun kehadapan murid dan siswa dengan wawasan, sikap dan ketrampilan mapan sebagai seorang guru yang seutuhnya.

Bagikan: