KELIRU PEMAHAMAN TENTANG IDUL FITHRI
Bagikan:

Oleh: A R Piliang

Bila kita simak pandangan, pendapat hingga sikap dan perbuatan yang berkenaan dengan Idul Fithri dan seputarnya, mulai dari masyarakat awam hingga pendakwah dan kaum terdidik lainnya, dapat disimpulkan, bahwa:

1. Idul Fithri dijadikan sebagai hari Kemenangan.

Kita tidak mengerti, apakah puasa Ramadhan itu menjadi sebuah arena pertarungan, dan kita adalah pemenangnya. Karena itu, kita mesti merayakannya secara besar-besaran. Mulai dari membeli pakaian baru, mendandani rumah dengan berbagai pernak-pernik, membeli kendaraan atau menservicenya hingga pulang kampung.

Lain dari itu, kita pun beramai-ramai mulai meninggalkan masjid dan mushalla, kemudian pergi ke pasar-pasar dan pusat perbelanjaan. Kemudian menghabiskan waktu siang dan malam untuk membuat aneka macam kue dan penganan lainnya.

Padahal Rasulullah SAW, mengajak ke masjid dengan membawa serta keluarga untuk beriktiqaf. Apakah dengan menjauhi ajakan Rasulullah SAW, untuk beriktiqaf di masjid, dan menuruti kemauan nafsu, kita menjadi pemenang?

2. Idul Fithri dicitrakan sebagai hari kembali kepada Fithrah (ada juga yang menyebutnya, kembali kepada fithri).

Ibadah puasa Ramadhan, dipersepsi adalah wadah pencucian segala kesalahan, sehingga begitu datang fajar 1 Syawwal, kita kembali seperti, bayi yang baru lahir ke dunia.

3. Mengucapkan “Mohon maaf lahir dan batin” sebagai jargon Idul Fithri.

Ucapan ini terasa sangat lucu dan kontradiksi dengan penamaan Idul Fithri, sebagai “Hari Kemenangan” dan “Hari Kembali kepada Fithrah”.

Padahal Rasululllah SAW, telah menuntun dengan baik kalimat yang mesti diucapkan pada Idul Fithri itu dengan, ucapan yang indah “Taqabbalalahu Minna wa Minkum,” berikut balasannya/jwabannya dengan kalimat “Minna wa Minkum Taqabbal ya karim”.

4. Membuat jadwal kegiatan perayaan Idul Fithri dengan berbagai kagiatan

Kegiatan perayaan mulai dari hari pertama Syawwal hingga hari kesekian, yang mengesankan hura-hura tanpa manfaat peningkatan pembinaan diri, sebagaimana makna Syawwal yang sebenarnya.

Bila direnungkan dalam-dalam, dengan perbuatan sebagaimana di atas, kita ini sebenarnya setelah melaksanakan pembinaan selama 1 bulan dengan puasa Ramadhan, menjadi semakin terbina menuju kualitas terpelihara (taqwa), atau kembali ke titik nol?

Tentu diri kita sendirilah yang dapat merasakannya.

Semoga bermanfaat.

Bagikan:
IDUL FITHRI & ZAKATUL FITHRI
Bagikan:

Oleh AR Piliang

Idul Fithri adalah hari raya yang digunakan untuk menutup ibadah shaum/puasa Ramadhan. Bila kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, idul fithri adalah “hari raya berbuka”.

Disebut hari raya berbuka, karena pada hari itu, semua orang yang melaksanakan ibadah puasa Ramadhan wajib berbuka, melepaskan puasanya pada hari itu. Allah mengharamkan puasa pada hari itu.

Hari raya berbuka itu, jatuh pada tanggal 1 Syawwal. Ibarat sebuah perjalanan, hari raya berbuka itu merupakan waktu rehat sejenak, melepas penat dan dahaga, menambah energi sebelum melanjutkan perjalanan pada keesokan harinya.

Semua ummat, mesti terpenuhi kebutuhan dasarnya pada hari itu sehingga semuanya dapat bergembira, dapat melaksanakan ibadah shalat Ied dan silaturahmi dengan tenang penuh rasa syukur.

Bagi kaum Muslimin yang berada dalam keadaan serba berkekurangan, untuk memenuhi kebutuhan pokoknya pada hari itu disediakan bantuan berupa Zakatul Fithri (Shadaqatul Fithri), bukan Zakat Fithrah sebagaimana yang kita kenal selama ini.

Untuk kita pahami:
Fithri artinya “berbuka”, sementara, Fithrah artinya “dasar kejadian manusia”. Jadi ada perbedaan mendasar antara keduanya.

Zakat Fithri adalah zakat yang dikeluarkan berkaitan dengan idul fithri. Ketentuannya adalah sebagai berikut:

  1. Zakatul Fithri (zakat fithri), adalah zakat yang dikeluarkan (diberikan) untuk memenuhi kebutuhan pokok (makan minum) fakir miskin di hari raya berbuka (idul fithri).
  2. Zakat Fithri diambil dari orang-orang merdeka, hamba sahaya, laki-laki dan perempuan.
  3. Besarnya jumlah zakat fithri tersebut adalah 1 Sha’ kurma atau 1 Sha’ gandum per kepala (1 Sha’ = +/- 2,5 kg). Di Indonesia disetarakan dengan beras sebagai bahan makanan pokok.
  4. Diserahkan kepada penerima zakat, 1 atau 2 hari sebelum idul fithri.
  5. Batas akhir penyerahan adalah sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat Id.

Semoga bermanfaat

Bagikan:
KATIKO TUNEH INDAK TUMBUAH DI MATO
Bagikan:

Oleh, Phillar Mamara

Katiko tuneh indak tumbuah di mato
Buruang tabang malayok-layok
Babenta-benta mancari dahan ka inggok
Sairiang jo kicau, sambia manari mangipak sayok
Hinggok di dahan jo girang hati
Paruah mangganggam buah ranum
Maangguak manggesekan kapalo ka pijakan kaki
Malakok bijo baganti hari

Katiko tuneh indak tumbuah di mato
Bijo batuneh baaka lai
Tumbuah di dahan pangka rantiang
Dek dahan gadang badaun labek
Tuneh dirawat dipaliharo
Walau tumbuah indak di matonyo

Katiko tuneh indak tumbuah di mato
Aka manggigik mamaluik dahan
Taraso sasak indak takiro
Rantiang jo daun ikuik mandarito

Katiko tuneh indak tumbuah di mato
Dahan jo rantiang lah baganti rupo
Daun jo buah mangikuik pulo
Sansaro batang ka maa dikato
Sasa kudian indak paguno.

Padang, November 2023

Bagikan: