Hidup Sehat ala Rasulullah SAW (35)
Bagikan:

Oleh: AR Piliang

PAKAIAN DAN PERHIASAN

Menyamak Kulit Binatang/Bangkai untuk Berbagai Keperluan

Kulit binatang hasil sembelihan maupun kulit dari binatang yang mati atau bangkai bila dibiarkan akan menjadi masalah bagi kesehatan manusia dan lingkungan, karena lambat laun akan menjadi busuk dan berulat. Namun demikian, kulit binatang tersebut dapat dibuat menjadi bersih dan suci dengan cara menyamaknya.

Kulit binatang yang sudah disamak dapat dijadikan berbagai alat keperluan manusia, seper-ti pakaian (baju, jaket, celana), sandal dan sepatu, sarung (tangan, pisau, pedang, parang dan sen-jata tajam lainnya),tutup kepala, ikat pinggang, tenda/kemah, tikar/sajadah, selimut, dan tabung air yang dapat dibawa-bawa dalam suatu perjalanan/pengembaraan.

عن بن عبّاس رضي الله عنهما قال: تَصَدَقَ عِلِى مَوْلاَةٍ لِمَيْمُونَةَ بِشَاةٍ فَمَاتَتْ، فَمَرَّبِهَا رَسُولُ اللهُُُ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: هَلاَّ أَخَذْتُمْ إِهَابَهَا، فَدَبَغْتُمُوْهُ، فَانْتَفَعْتُمْ بِهِ، فَقَالُوا: إِنَّهاَ مَيْتَةً، فَقَالَ: إِنَّمَا أَكْلُهَا (متّفق عليه)

Ibnu Abbas r.a. berkata; Seekor kambing diberikan kepada Maimunah sehubungan dengan pemerdekaan budak, lalu kambing tersebut mati, kemudian Rasulullah SAW lewat di situ lalu bersabda: “Mengapa kamu tidak mengambil kulitnya untuk disamak, kemudian kamu manfaatkan?” Mereka menjawab; “Kambing itu kan bangkai”. Beliau bersabda: “Yang haram hanyalah memakannya!”

عن يزيد بن حبيب؛ أَنَّ أَبَاالخَيْرِ حَدَّثَهُ قَالَ: رَأَيْتُ عَلَى ابْنِ وَعْلَةَ السَّبَئِيِّ فَرْواَ، فَمَسَسْتُهُ، فَقَالَ: مَالَكَ تَمَسُّهُ؟ قَدْ سَأَلْتُ عَبْدَ اللهِ بْنِ عَبَّاسِ، قُلْتُ: إِنَّا نَكُوْنُ بِالمَغْرِبِ، وَمَعَنَا البَرْبَرُ وَالمَجُوْسُ،تُؤْتَى بِالكَبْشِ قَدْذَبَحُوْهُ، وَنَحْنُ لاَ نَأْكُلُ ذّبَائِحَهُمْ، وَيَأْتُوْنَنَا بِالسِّقَاءِ يَجْعَلُوْنَ فَيْهِ الوَدَكَ؟ فَقَالَ بْنُ عَبَّاسِ: قَدْ سَأَلْنَا رَسُولَ اللهُُُ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَالِكَ؟ فَقَالَ: دِبَاغُهُ طَهُوْرُهُ (رواه مسلم)

Dari Yazid bin Abu Habib, bahwasanya Abul Khair pernah memberitahu kepadanya dengan mengatakan; Saya pernah melihat kantong/tas kulit dibawa oleh Ibnu Wa’lah As-Sabai, kemudian saya menyentuhnya, lalu ia berkata; “Mengapa kamu menyentuhnya?” Saya telah bertanya kepada Abdullah bin Abbas, saya katakan; “Kami pernah berada di Maroko bersama orang Bar-Bar dan Majusi, kami diberi seekor kambing yang telah mereka sembelih, namun kami tidak memakan sembelihan mereka, dan mereka membawakan kami wadah minuman yang terbuat dari kulit yang berlemak, kemudian Ibnu Abbas mengatakan, hal itu telah kami tanyakan kepada Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda: “Menyamak kulit bangkai berarti membuatnya suci”.

Semoga bermanfaat

Bagikan:
Tabedo – Bagian 38
Bagikan:

Oleh: Phillar Mamara

”Lan, Lan, bangun. Sudah jam tujuh ini. Tak praktek waang,” kata Sumarno, memba-ngunkannya. 

”Aaahh,” jawab Vitlan sambil mengusap-usap mata dan bangkit dari tempat tidurnya.

Tanpa mandi, ia langsung berpakaian, minum segelas air hangat dari termos, ia segera berlari ke kantor PN TBO. Di jembatan dekat kelok S, ia bertemu dengan kelompoknya dan langsung bergabung dengan mereka, ke tempat praktek jaringan yang tidak jauh dari tempat kosnya.

Hari itu, mereka memasang jaringan listrik di rumah penduduk yang akan dijadikan tempat pesta perkawinan. Vitlan dan teman-teman prakteknya, sudah barang tentu sangat senang sekali, karena di lokasi praktek kali ini, mereka mendapat layanan istimewa dari tuan rumah berupa minuman, penganan dan makan siang gratis. Mereka mengistilahkan layanan ekstra seperti ini, dengan sebutan ”Perbaikan Gizi” anak sekolah, terutama bagi anak kos.

Sore harinya, waktu istirahat, Ia bersama dengan Sumarno, Bahrum dan Siswo, dipanggil wakil kepala sekolah ke ruangannya. Sebagai Pembina OSIS, kepada mereka ditanyakan persiapan studi wisata. Mendengar laporan mereka, wakil kepala sekolah merasa puas. Sewaktu keluar dari ruangan tersebut, beliau menyuruh Vitlan, berkoordinasi dengan ibu Tina, pembina OSIS yang bertanggungjawab mengenai persiapan logistik Studi Wisata.

Suatu sore, kebetulan hari libur, Vitlan pergi mengunjungi kediaman ibu Tina, yang tidak begitu jauh dari tempat tinggalnya. Dengan perasaaan ragu dan rasa bersalah (karena beberapa waktu yang lalu, ia telah berlaku tidak sopan kepadanya), ia ketuk pintu rumah bu Tina.

”Bu, bu Tina (sapa Vitlan, antara terdengar dengan tidak).

”Ya, siapa?” terdengar jawaban sembari membuka pintu.

”Ouu, kamu Lan. Mari masuk,” kata bu Tina.

”Ya, Buk,” terus masuk, dengan menundukkan kepala.

Melihat Vitlan tegak mematung di hadapannya, bu Tina mendekat.

”Ayo, silakan duduk. Kok kamu bengong begitu,” sapanya lagi.

”Maafkan saya, Buk, atas tindakan saya tempo hari pada Ibuk,” kata Vitlan dengan tetap menunduk.

Bu Tina, menggeser posisi berdirnya ke depan Vitlan, memegang dagunya dan mengangkatnya. Mereka bertatapan. Sebentar, lalu Vitlan kembali menundukkan wajahnya.

”Tatap ibu,” kembali mengangkat dagu Vitlan.

Mereka kembali bertatapan. Dada Vitlan berdegup kencang, begitu melihat senyum mengambang di bibir bu Tina.

”Kamu tampan, Lan. Ibu menyukaimu,” katanya lembut.

Entah dari mana datangnya, tiba-tiba,

”Ibu juga cantik,” kata Vitlan membalas senyumnya.

Ibu Tina merangkul tubuh Vitlan, dan mereka berpelukan dan berciuman. Panasnya hawa dekapan dada bu Tina, membuat darah Vitlan terasa mengalir dengan derasnya. Seluruh tubuhnya terasa terbakar.

”Lan, ibu menyukaimu. Kamu sayang sama ibu kan?” bisiknya ke telinga Vitlan, dalam dekapan.

”Ya Bu, Alan juga sayang sama Ibu,” balas Vitlan.

Denyit bunyi pintu dibuka, menyadarkan mereka dan bu Tina melepaskan pelukannya. Mereka kemudian duduk di kursi tamu dengan posisi berhadap-hadapan. Bu Lela, teman sesama guru dengan bu Tina, yang sekaligus pemilik rumah, datang menghampiri dan duduk di samping bu Tina. Vitlan memberi hormat dan menyalami bu Lela. Ia menceritakan maksud keda-tangannya ke rumah itu.

Selesai membicarakan persiapan Studi Wisata dan ngobrol panjang lebar ke sana ke mari, Vitlan mohon diri pamit pada mereka. Dengan senyum merekah dan tatapan mata penuh arti, bu Tina melepas kepergian Vitlan.

Tiba di tempat kos, didapatinya Sumarno baru saja selesai mandi dan mau berpakaian. Melihat Vitlan senyum-senyum kecil, ia mengerenyutkan keningnya. Sambil mengenakan pakaian,

”Agak aneh waang den caliak sanjoko, senyum-senyum surang,” katanya heran.

”Ndak, ndak apo-apo. Biaso-biaso sajo,” jawab Vitlan.

”Biaso-biaso baa. Bantuak urang senewen waang den caliak,” lanjutnya.

”Cuma lucu sajo, taraso di ambo,” lanjut Vitlan, sembari duduk di dipan dan membuka sepatunya.

”Urang gilonyo, nan senyum-senyum surang,” katanya lagi sambil bersisir di depan kaca.

Vitlan memakai sendal, keluar ke kamar mandi dan kembali untuk sembahyang Maghrib. Ia mengambil tempat di samping dipannya. Sementara Sumarno sembahyang di sisi lain kamar mereka. Setelah itu, mereka makan bersama.

Selesai beres-beres, Sumarno langsung duduk dan mengambil buku pelajaran untuk berlajar. Sementara Vitlan duduk berselonjor di atas dipan, menikmati Ji Sam Soe kegemar-annya. Sejenak kemudian, ia keluar kamar dan duduk di bangku-bangku yang ada di bawah pohon Rambutan. Ia duduk bersandar di sandaran bangku, sementara kakinya naik ke atas meja taman.

Ia isap dalam-dalam rokoknya. Matanya menatap daun rambutan yang hanya nampak berwarna hitam. Kejadian tadi sore, kembali muncul dalam ingatannya, jelas sekali. Bagaimana dagunya dipegang bu Tina dan mereka berpelukan. Saling berkecupan dengan mesra. Hangatnya bibir dan dada gurunya itu, masih terasa.

Ingat kejadian itu, Vitlan senyum sambil geleng kepala. Ia senyum, karena merasa senang mendapat kehangatan baru, ketika hatinya sedang sedih dan kecewa, karena ditinggal tanpa sebab. Geleng-geleng kepala, karena kejadian itu sama sekali tak disangka-sangka dan diluar dugaannya. Itulah untuk pertama kalinya ia merasakan pelukan dan kehangatan tubuh dan bibir seorang perempuan dewasa.

 Dua batang sudah rokok diisapnya, ia bangkit masuk ke dalam kamar. Ia mengambil posisi duduk di sebelah kiri Sumarno dan membuka buku pelajaran. Hanya sebentar, kemudian bangkit dan berbaring di atas dipan. Bantalnya dilipat, sehingga posisi kepalanya menjadi lebih tinggi.

Vitlan menyalakan rokok, asap mengepul ke udara berbentuk bulatan-bulatan. Matanya menatap langit-langit kamar. Habis sebatang, tangannya meraih batang rokok kedua. Ia tenggelam dalam lamunannya. Hingga matanya mulai terasa perih. Kemudian terpejam. Sumarno tidak memedulikan perubahan tingkah temannya itu. Ia asyik dengan tugas sekolahnya.

Persamaan kata:

den = aku        caliak = lihat   sanjo = senja      surang = sendiri             taraso = terasa

senewen = gila

bersambung

Bagikan:
Hidup Sehat ala Rasulullah SAW (34)
Bagikan:

Oleh: AR Piliang

PAKAIAN DAN PERHIASAN

  • Berpakaian Tidak Mengundang Syahwat

Disamping enak dan nyaman dipakai, berpakaian haruslah dapat mencegah lahirnya fitnah di masyarakat.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا: قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَاَذَّنِابِ البَقْرِ، يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ، مُمِيْلاَتٌ، رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ البُخْتِ المَائِلَةِ، لاَيَدْخُلْنَ الجَنَّةَ وَلاَيَجِدْنَ رَيْحَهَا، وَإِنَّ رِيْحَهَالَتُوْجَدُ مَيَيِرَةِ كَذَا وكَذَا (رواه مسلم)

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata:  Rasulullah bersabda: Ada dua golongan peng-huni mereka yang belum aku lihat, yaitu; orang-orang membawa cemeti bagai ekor sapi yang mereka gunakan untuk mencampuk orang lain, dan perempuan berpakaian tapi telanjang (karena pakaiannya ketat, tembus pandang, mini atau menampakkan bentuk tubuh), yang memikat hati laki-laki dan berjalan melenggok-lenggok. Rambut mereka (dibuat) seperti panuk unta. Mereka itu tidak akan masuk surga dan tidak dapat men-cium bau surga, padahal bau surga itu bisa tercium dari jarak yang sangat jauh.    

  • Pakaian Bebas Dari Najis

Satu hal yang ditekankan sekali oleh ajaran Islam dalam hal berpakaian adalah, pakaian itu sedapat-dapatnya haruslah senantiasa bersih (dalam arti kata bebas dari najis). Selain nyaman dipakai, pakaian yang bebas dari najis dapat digunakan untuk shalat setiap datang waktunya, tanpa harus membuka dan menggantinya dengan kain sarung, membasuh atau mencucinya terlebih dahulu. Misalnya pakaian yang terkena kencing, jilatan anjing dan sejenisnya. mungkin tidak ada masalah untuk dipakai. akan tetapi tidak dapat dipakai untuk shalat.

عَنْ أَبِي السَّمْحِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ يَوْلِ الغَلاَمِ (رواه أبوداود والنّسائ)

Dari Abu Samh r.a., ia berkata: Rasulullah SAW, bersabda: dicuci dari kencing bayi perempuan dan disiram dari kencing bayi laki laki.

عَنِ إبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: مَرَّ النَّبِيُِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ ، فَقَالَ: إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ؛ أَمَّاأَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَبْرِئُ مِنَ البَوْلِ، وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِ بِالنَّمِيَّةِ (متّفق عليه)

Dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata: Nabi SAW berjalan melewati dua kuburan, lalu beliau bersabda: Sesungguhnya kedua orang dalam kubur ini sedang disiksa, dan keduanya tidak tersiksa oleh karena dosa besarnya. Adapun yang satu, ia tidak menyelesaikan kencingnya (tersisa dan mengenai pakaiannya) dan yang kedua biasa mengadu-adu.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: إِذَا شَرَبِ الكَلْبُ فِى إِنِاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعًا (متّفق عليه)

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Jika anjing minum (menjilat) bejanamu, maka harus dibasuh tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.

Larangan Perhiasan Emas Bagi Laki-Laki

Para peneliti dan ahli fisika telah menyimpulkan bahwa atom pada emas mampu menembus ke dalam kulit dan masuk ke dalam darah manusia, dan jika laki-laki mengenakan emas dalam jumlah tertentu dan dalam jangka waktu yang lama, maka dampak yang ditimbulkan yaitu di dalam darah dan urine akan mengandung atom emas dalam prosentase yang melebihi batas, dan apabila hal ini terjadi, maka akan mengakibatkan penyakit Alzheimer.

Alzheimer adalah suatu penyakit di mana orang tersebut kehilangan semua kemampuan mental & fisik serta menyebabkan kembali seperti anak kecil. Alzheimer bukan penuaan nor-mal, tetapi merupakan penuaan paksaan atau terpaksa.

Pemakaian emas dalam jangka waktu yang lama dapat memberi masalah pada organ rep-roduksi dan  mempengaruhi tingkat kesuburan dan kualitas sperma laki-laki.  

Di samping itu, sebagaimana dilansir oleh Genius Beauty, emas dapat membangkitkan dan merangsang setiap proses yang terjadi dalam otak manusia. Akibatnya, bisa terjadi masalah kesehatan yang berhubungan dengan sistem saraf secara keseluruhan. Salah satu efek ringan dari hal itu adalah depresi. Tidak semua orang dapat memakai emas. Bahkan silau emas dapat menyebabkan kejang bagi penderita epilepsi. 

Dengan menggunakan emas dalam bentuk perhiasan saja, sudah memberikan dampak negatif yang besar bagi manusia (laki-laki). Sudah barang tentu dampak negatif yang lebih besar akan dialami manusia bila menggunakan emas sebagai wadah makan dan minum.

عن البرّاءِ بن عازب رضي الله عنهما، قال: أّمَرَنَا رَسُولُ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ،وَنَهَانَاعَنْ سَبْعٍ: عَمَرَنَا بِعِيَادَةِ المَرَيْضٍ، وَاتْبَاعِ الجَنَائِزِ، وَتَشْمِيْتِ العَاطِسِ، وَإِبْرَارِ القَسَمِ أَوِالمُقْسِمِ، وَنَصْرِالعَظْلُوْمِ، وَإِجَابَةِ الدَّاعِي، وَإِفْشَاءِ السَّلاَمِ، وَنَهَانَا عَنْ خَوَاتِيْمَ (أو: عَنْ تَخَتُّمِ) بِالذَّهَبِ، وَعَنْ شُرْبِ بِالفِضَّةِ، وَعَنِ المَيَاثِرِ، وَعَنِ القَسَّيِّ، وَعَنْ لُبْسِ الحَرِيْرِ، وَالإِسْتَبْرَقِ، وَالدَّيْبَاجِ (متّفق عليه)

Dari  Al-Barra bin ‘Azib r.a. katanya: Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami tujuh hal dan melarang kami tujuh hal pula. Rasulullah SAW memerintahkan: 1. menjenguk orang sakit, 2. mengiringkan janazah, 3. mendoakan orang bersin, 4. menepati janji/sumpah, 5. meno-long orang yang teraniaya, 6. menghadiri undangan, dan 7. menyebarkan salam. Rasulullah SAW melarang kami: 1. memakai/menggunakan cincin emas, 2. minum dengan wadah perak, 3. memakai sprei sutera, 4. menggunakan pakaian pendeta (sutera campuran), 5. memakai pakaian sutera biasa, 6. memakai pakaian sutera tebal, dan 7. memakai pakaian sutera kembang.   

Dibolehkannya perempuan menggunakan perhiasan emas adalah karena perempuan memiliki sistim  pembuangan partikel berbahaya dari emas tersebut  keluar tubuhnya melalui haid (datang bulan), secara teratur setiap bulan. 

Semoga bermanfaat

Bagikan:
Tabedo – Bagian 37
Bagikan:

Oleh: Phillar Mamara

Di suatu siang, sepulang dari praktek, Vitlan mendapati Udanya yang paling tua, sudah sejak tadi duduk di bangku-bangku halaman rumah kosnya. Ia segera menyapa memberi hormat. Adang, begitu ia memanggilnya, memerhatikannya dari ujung rambut hingga berhenti di ujung kaki.

Wajahnya yang semula tegang, berangsur tenang, kemudian,

”Dari maa waang?” tanya Adang

”Dari lapangan, Adang, praktek,” jawab Vitlan.

”Indak di bengke prakteknyo?” tanyanya.

”Tadi kelompok kami, praktek mameloki Lori nan macet di relnyo,  Adang,” jelas Vitlan.

”Tu ala elok Lorinyo?” tanyanya lagi.

”Ala, Adang. Lah bisa maelo gerobak baro, baliak.”

sambung Vitlan.

”Baraa urang kalian satu kelompok? tanyanya lagi.

”Ampek urang, limo jo pemandunyo,” jawab Vitlan.

”Samo ndak Lorinyo, jo Lori nan di Indaruang?” tanya Adang lagi.

”Lain, Adang. Lori di siko, sarupo jo Lokomotif. Jalannyo di ateh rel. Bedanyo, Lori ko dijalankan jo tanago listrik arus searah, nan mambantang di udaro. sapanjang relnyo. Mirip Trem,” sambung Vitlan.

”Aman tu?” tanyanya.

”Aman, karano siswa yang praktek di Lori jo di jaringan, wajib pakai pengaman. Satidak-tidaknyo pakai sepatu,” jelas Vitlan lagi.

Adang, manggut-manggut. Kemudian membuka sepatu kainnya dan memberikannya kepada Vitlan, sembari berkata,

”Ko sepatu untuak waang. Mari sepatu Adang tu, Waang main bao sajo. Bataratik saketek. Indak ta nantian dek waang, urang gaek mambalikannyo. Mama manyuruah Adang, manapuak waang ma, supayo tau diuntuang saketek,” katanya.

”Tapuaklah, tapuaklah (sambil menyodorkan mukanya pada Adang), kok baitu parintah Mama. Ambo lai tahu diuntuangnyo. Sabulan nan lalu, ambolah mangirim surek ka Mama, mintak dibalikan sepatu, karano sepatu ambo nan lamo, lah cabiak tapaknyo, indak bisa dipakai lai untuak praktek (lalu mengambilnya dan menyodorkannya ke muka Adang). Kapatang tu, katiko ambo kan ka mari, Ibu manyuruah ambo mambao sepatu tu (menunjuk sepatu Adang), nanti Ibu nan ka mambaritahu ka Adang, jaan sampai indak bisa praktek bisuak, makonyo ambo bao sepatu Adang tu.

”Yo, sudahlah. Lain kali jaan waang ulangi, Adang pai lai,” katanya.

”Yo,” jawab Vitlan sedih.

Mendapat perlakuan seperti itu, Vitlan merasa diperlakukan sangat tidak adil oleh mamanya. Sedih, marah, kesal, tidak terima, bercampur aduk dan berkecamuk dalam dirinya. Ingin berontak dan lari, muncul dalam pikirannya, tapi mau ke mana. Bekal ia tak punya, sekolah masih nanggung. Ia merebahkan diri di kursi lipat (dari jaringan benang plastik). Air matanya mengalir pelan di sudut matanya. Ia berusaha menyapu dengan punggung tangannya.

Siang itu, Vitlan bolos sekolah. Ia larut membenamkan diri dalam kerisauan yang dalam. Hatinya galau dan pikirannya kacau. Pelan ia angkat sepatu kain yang diberikan adangnya dan ditatapnya. Lama ia perhatikan sepatu tersebut. Hatinya semakin sedih. Begitu beda perhatian dan perlakuan mamanya terhadap adang dan dirinya.

Adang, anak pertama mama sungguh istimewa. Dia menamatkan SR (SD) dan SMP hanya 7 tahun dan selalu jadi juara I di sekolahnya. Kemudian setelah tamat SMA, langsung melanjutkan ke Akademi dan tamat dengan nilai tertinggi. Apa-apa keinginannya selalu dipenuhi. Sangat berbeda dengan dirinya. Pencapaian nilai tertinggi di sekolahnya, hanya sampai juara II.

Dalam kegundahan itu, Vitlan berbulat tekad dan pendirian, bahwa ia harus berhasil mencapai cita-citanya, secara sendirian tanpa bantuan orang tua. Di dalam batinnya, sudah tertanam prinsip dan semboyan: Kalau saudara-saudaranya sukses, karena dukungan penuh keluarga, ia mesti sukses dengan kekuatan diri sendiri. Harus dan harus.

”Alan, Alan, Alan. Adanya di rumah kau?” terdengar suara orang memanggilnya.

Mendengar panggilan dari suara yang sudah dikenalnya betul itu, Vitlan segera bangkit melongokkan wajahnya ke jendela. Di keremangan malam, ia melihat Besra Sitinjak, teman sebangkunya, melambaikan tangan mendekat.

”Hai, Bes. Kok cepat kali kau pulang?” sapanya.     

”Sudah hampir pukul delapan ni, ya pulanglah. Kau kenapa tidak masuk tadi” tanya Besra.

”Tidak enak badan aku, sejak pulang praktek tadi.” jawab Vitlan.

”Adanya praktek kau tadi?” Tanyanya lagi

”Ada. Kami di Lori tadi, di lapangan. Letih sekali aku rasa. Kau tadi di mana?” tanya Vitlan.

”Aku tadi di bengkel. besok di lapangan.” kata Besra.

”Aku besok di jaringan.” kata Vitlan.

”Lan, ngomong-ngomong tamat nanti, kau lanjut atau cari kerja?” tanya Besra.

”Kepingin aku, mau lanjut. Mama dan udaku, nyuruhku ke Jakarta. Tapi, aku kepingin melanjutkan kuliah ke Medan.” jelas Vitlan.

”Baguslah itu. Aku rencananya mau nyambung ke Medan juga. Tapi itu tergantung ito akulah. Di mana katanya, ke situlah aku.” jelas Besra dengan lobat Bataknya.

”Kampungmu di mana, Bes?” tanya Vitlan.

”Kampung asalku di Tarutung. Tapi aku lama di Siantar.” jawab Besra.

”Jauh tu dari Medan?” tanya Vitlan.

”Adalah 120 KM.” jawabnya.

”Jauh juga ya. Kau pernah ke Medan?” tanya Vitlan lagi.

”Pernah tiga kali kalau tidak salah. Waktu SMP dulu, sebelum itoku pindah ke sini.” katanya lagi.

”Aku pulang dululah ya, Lan.” pinta Besra, setelah beberapa saat kemudian.

”Yalah.” jawab Vitlan.

Selesai mandi, Vitlan melangkahkan kakinya ke pasar baru untuk makan malam. Selesai makan, ia singgah di kedai rokok Indra di depan kantor pos. Vitlan menarik isapan Ji Sam Soenya dalam-dalam. Kemudian ia melangkah gontai ke rumah Emy. Ia dapati Reno, adik Emy sedang berdiri di depan pintu.

Kepada Vitlan, Reno mengatakan bahwa Emy sudah pindah ke Padang Panjang dan melanjutkan sekolahnya di sana. Ketika ditanyakannya, adakah dia meninggalkan pesan atau surat, Reno mengatakan tidak ada, sambil menggelengkan kepalanya. Ia menarik dalam-dalam isapan rokoknya, kemudian membalikkan badannya beranjak dari tempat itu.

Vitlan melangkah gontai menyusuri jalannya tadi kembali ke tempat kos. Sampai di depan kedai Indra, ia disapa seseorang,

”Hei, ka maa ang Lan?” sapa Iwan,

”He waang Wan. Pulang.” jawabnya singkat, begitu tahu siapa yang menegurnya.

”Masih sanjo baru. Manga ang pulang?”

”Sadang dak lamak badan, Wan.” jawabnya.

” Siko lah dulu, manga capek-capek bana pulang?” lanjut Iwan.

”Indak ado do. Cuma ingin pulang sajo.” katanya sambil menghentikan langkahnya, menghampiri Iwan.

”Duduaklah siko dulu.” katanya sambil menggamit tangan Vitlan untuk duduk di sampingnya.

Ia menurut, kemudian mereka ngobrol bertiga dengan Indra. Tidak lama berselang datang Anto, Pian dan Eman. Kedai Indra yang tadinya sepi, berubah jadi riuh dengan senda gurau dan canda ria mereka.

”Nonton yok, filmnya lah kan main tu.” ajak Iwo yang datang bersama Bahrum.

”Ayok.” jawab mereka serentak, lalu beranjak dari tempat itu, menuju bioskop yang jaraknya selang dua bangunan dari situ.

Film yang diputar di bioskop pada malam itu, sebuah film spy yang dibintangi oleh Guilliano Gema, cukup membuat suasana hati Vitlan terhibur. Namun begitu ia membaringkan tubuhnya di tempat tidurnya, rentetan kejadian yang dialaminya dari tadi siang, kembali memenuhi rongga batinnya. Tidak terasa air mata menetes dari sudut matanya. Ia menyeka pipinya dengan punggung tangannya. Kerisauan dan kesedihannya kembali memuncak.

Vitlan menghabiskan malam itu dengan isapan rokok dan tatapan hampa di langit-langit kamar. Sudah empat batang Ji Sam Soe dihabiskannya hingga akhirnya kelelahan menyelimuti matanya dan ia pun tertidur dalam kelelahan tersebut.

Persamaan kata:

maa = mana    waang/ang = kamu      bengke = bengkel        mameloki = memperbaiki

ala = sudah      elok = bagus    maelo = menghela      baro = bara             baraa = berapa

ampek = empat           limo = lima     siko = sini       sarupo = serupa             jo = dengan

ateh = atas       bao = bawa      sajo = saja       bataratik = beretika             saketek = sedik           t

nantian = nantikan      dek = oleh       manyuruah = menyuruh             cabiak = sobek           

ka = ke       jaan = jangan        pai = pergi       sadang =  sedang             dak =  tidak

bersambung

Bagikan:
Tabedo – Bagian 36
Bagikan:

Oleh: Phillar Mamara

Tamat dari MTs, Vitlan meneruskan sekolah ke STM yang baru saja dibuka di kota madya Sawah Lunto. Sekolah ini didirikan atas kerjasama pemerintah daerah dengan PN Tambang Batubara Ombilin (TBO). Ada tiga jurusan dibuka, yakni: Jurusan Mesin, Sipil dan Listrik. Banyak sekali peminat mendaftar di sekolah ini. Bahkan sebahagian pegawai PN TBO ikut menimba ilmu di sini.

Ada satu kelebihan yang dimiliki sekolah ini yang tidak dimiliki oleh STM lain, yakni: siswa kelas 1 dan 2, praktek dua kali dalam sepekan. Sementara siswa kelas 3, praktek setiap hari. Pelaksanaan prakteknya disesuaikan dengan jam kerja karyawan. Bedanya, kalau karyawan bekerja hingga sore, sedangkan praktek siswa hanya sampai jam istirahat siang.

Di kota Sawah Lunto inilah, Vitlan membentuk dirinya menjadi seorang laki-laki menuju kedewasaan diri. Ia masak sendiri, karena itu ia mesti dapat mengatur keuangannya agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dari bulan ke bulan. Mamanya berpesan kepadanya agar senantiasa berhemat. Kalau dapat ia bisa menyisakan uang belanjanya untuk ditabung.

Ada dua hal yang membuat dirinya tetap bisa menabung, yakni:

  1. Adanya kegiatan praktek memasang dan membongkar instalasi listrik di acara pesta perkawinan yang hampir setiap Sabtu dan Minggu dilaksanakan oleh masyarakat, sehingga ia dan teman sekolahnya dapat makan gratis selama 2 hingga 3 hari dalam sepekan.
  2. Adanya bongkar muat kayu log untuk penyanggah lubang tambang, setiap Rabu malam, dari truk ke gudang tambang. Vitlan dan teman-temannya dapat memindahkan 2 hingga 4 truk, dengan upah yang lumayan. Hasil dari bongkar muat ini cukup beli rokok, nonton film dan biaya nongkrong hari-harian.

Dengan adanya dua kegiatan ekstra ini, membuat Vitlan dapat menghemat uang belanja yang dikirim mamanya.

Vitlan remaja berkembang dengan sempurna. Tubuh atletis, dengan tinggi di atas 170 cm dan wajah yang cukup tampan, rambut hitam, tebal dan ikal. Penampilannya yang selalu ceria dan mudah senyum, membuat banyak gadis sebaya yang ingin menjadi pacarnya. Bahkan seorang guru bidang studi, yang baru diangkat menjadi guru di sekolahnya pernah menjadi kekasihnya.

Pernah anak gadis dari seorang pejabat di PN TBO, Nuning namanya,  yang belajar di SMAN mengirim surat padanya. Surat itu disampaikan melalui temannya. Dalam suratnya, Nuning terus terang menyatakan suka dan ingin menjadi teman istimewa Vitlan. Gadis ini terkesan agak agresif dalam mendekatinya. Ini terlihat dari tingkah yang diperlihatkannya. Ia selalu berusaha mengambil jalan pergi ke sekolah, di mana ia dapat berpapasan dengan Vitlan, setiap kali Vitlan pergi praktek.

Tidak tahan hanya saling melempar senyum, setiap kali berpapasan di jalan ketika pergi sekolah, satu pagi, saat berpapasan di jembatan penyeberangan orang di sebelah jembatan kereta api, Nuning menghentikan langkah Vitlan, dengan menutup jalannya. Vitlan tergagap melihat sikap Nuning tersebut. Ia mencoba memberi senyuman dan minta diberi jalan. Nuning membalas dengan tatapan tajam tidak berkedip. Vitlan menjadi salah tingkah dan menunduk.

”Mas, kok terus diam saja,” sapa Nuning.

”Ndak apa-apa,” jawab Vitlan singkat.

”Surat saya kok ndak dibalas, Mas?” lanjutnya.

”Ng, ng, nantilah,” jawab Vitlan gugup.

”Saya tunggu ya, Mas”, sembari memberi jalan.

Vitlan berlari begitu lepas dari hadangan Nuning, menuju tempat praktek. Waktu sudah mendekati apel pagi pegawai tambang. Beruntung ia tiba tepat waktu dan segera ke bidang prakteknya hari itu. Teman-temannya sudah menunggu di atas lori yang akan membawa mereka ke lapangan.

Pulang dari praktek, Vitlan sengaja tidak pulang ke tempat kos. Ia memilih singgah ke rumah temannya, Anto yang juga berfungsi sebagai warung jajanan. Vitlan memesan seporsi Lotek dan sepiring nasi putih, untuk makan siang.

Tengah ia makan, Nining, adiknya Anto datang mendekat, lalu duduk di samping kirinya. Ia menanyakan balasan surat dari Nuning tempo hari. Kepada Nining, ia menceritakan kejadian yang dialaminya pada pagi harinya dihadang oleh Nuning. Mendengar penuturan Vitlan (dengan nada dan mimik yang begitu serius), Nining tertawa cekikikan, hingga air matanya keluar. Sambil mengusap pipinya dengan punggung tangannya, ia mengatakan kepada Vitlan, bahwa Nuning itu sangat serius kepadanya, dan berharap sekali menjadi kekasih Vitlan.

Vitlan bukannya tidak suka kepada Nuning. Wajahnya oval, hidung mancung dan rambut ikal sebahu. Kulitnya kuning cerah, dengan tubuh langsing. Akan tetapi ia lebih tertarik pada Emy, siswi SKKA, yang dikenalnya waktu sama-sama menjadi panitia bersama di acara ulang tahun kota Sawah Lunto.

Dibandingkan dengan Nuning yang tinggi semampai, Emy berperawakan kecil mungil, berambut sepinggang, berkulit kuning langsat dan beralis mata tebal. Meski lebih tua sedikit darinya, tetapi ia lebih menggantungkan cinta dan harapannya pada Emy. Ketenangan dan kelembutan Emy, yang mencitrakan seorang ibu idaman, sungguh memberikan pengaruh mendalam pada diri Vitlan, sehingga membuatnya tidak hendak membuka pintu hatinya kepada gadis yang lain.

 Sikapnya terhadap perempuan yang demikian tidak terlepas dari bimbingan ibunya, yang selalu mengajarkan kelemahlembutan dan kehati-hatian. Kegundahan, kekesalan, kemarahannya akan hilang dalam sekejap, bila sudah berada di dalam rangkulan ibunya. Hal yang sama didapatkannya dalam diri Emy.

#####

Rapat OSIS dengan kepala sekolah dan pembina OSIS lainnya menetapkan Sumarno sebagai ketua dan Vitlan sebagai sekretaris panitia studi tour. Studi tour itu akan dilangsungkan dua bulan kemudian. Tujuannya adalah STMN Payakumbuh dan PLTA Batang Agam. Acaranya akan berlangsung selama tiga hari, Jumat sampai Minggu.

Agenda kegiatan yang sudah dipersiapkan adalah: Berangkat dari sekolah pagi hari Jumat, tiba di tempat tujuan sebelum tengah hari. Selesai shalat Jumat dan makan siang, acara perkenalan dan sambung rasa. Kemudian dilanjutkan pertandingan persahabatan, yang mempertandingkan; Bola Basket, Volley, Catur, dan Tenis Meja. Hari kedua kunjungan belajar ke PLTA Batang Agam, hingga siang harinya. Kembali ke sekolah untuk makan dan istirahat. Studi Tour dilanjutkan dengan acara pentas seni pada malam harinya di halaman sekolah. Hari ketiga, setelah acara perpisahan, pagi harinya, kegiatan dilanjutkan dengan rekreasi ke Kapalo Banda Taram dan Lembah Harau, kemudian kembali pulang ke Sawah Lunto.

Bersama-sama dengan Sumarno, Siswo dan Bahrum, Vitlan menjalani hari-hari menjelang pelaksanaan Studi Tour dengan kesibukan ekstra. Pagi, praktek hingga siang, terus sore hingga malam belajar di sekolah. Di sela-sela waktu itu, mereka harus mengadakan rapat dan koordinasi dengan Wakil Kepala sekolah selaku Pembina OSIS, melakukan evaluasi kerja kepanitiaan dan mengerjakan apa yang mesti dikerjakan, untuk suksesnya kegiatan Studi Tour, yang akan dilaksanakan.

bersambung

Bagikan: