Nagari Painan dengan Painansch Contract 1663 
Bagikan:

 Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo

Nagari Painan, dikenal sebagai Ibu Kota Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Dalam sejarah Perdagangan Pantai Barat Sumatera, dikenal dengan “Painansch Conract” (6 Juli 1663) yang cikal bakalnya dari “Sandiwara Batangkapeh” (1662), pertemuan rahasia “pura-pura memancing ikan” (Yulizal Yunus, Pulau Cingkuk, 1991). Pertemuan rahasia itu antara diplomat Belanda Groenewegen dengan pemuka adat Minangkabau termasuk penghulu dari Painan dan Banda-X. Saking rahasianya pertemuan itu nyaris tidak diketahui pemuka adadt Banda-X sendiri. Banda X dimaksud adalah 10 Kota Pantai: (1) Batangkapeh (Batangkapas), (2) Taluk, (3) Teratak, (4) Surantih, (5) Ampiang Parak, (6) Kambang, (7) Lakitan, (8) Palangai, (9) Sungai Tunu dan (10) Pungasan (lihat Rusli Amran, Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang, 1981:129).

Pemuka adat yang hadir dalam pertemuan Sandiwara Batangkapeh (Batangkapas) itu, di antaranya: Rajo Lelo Setia, Kando Marajo, Rajo Konto, Datuk Setia, Rajo Panjang, Rajo Indra Muda lainnya. Kando Marajo mengusul, hasil “Sandiwara Batangkapeh ini” dilajutkan ke Batavia, ternyata kemudian menjadi Perjanjian Painan (Painansch Contract) disambut Perang Bayang satu abad. Lihat juga buku Dr. WJA De Leeuw: Het Painansch Contract. HJ.Paris, Amsterdam MCMXXVI.

Painan saat ini terangkat masyhur dengan kepopuleran Daerah Tujuan Wisata (DTW) “Pantai Carocok” dan Kawasan Bukit Langkisau sebagai pemedanan “Terbang Layang” bertaraf Internasional. Kedua DTW ini merupakan zona pendukung kawasan utama pariwisata “Mandeh Resort” dalam perencanaan dan master plan “lima kawasan pembangunan” di Kabupaten Pesisir Selatan sejak tahun 1998.

Posisi Nagari Painan dapat dilihat dari dua status. Dua status itu: (1) sebagai wilayah pemerintah terdepan dalam wilayah NKRI dan (2) sebagai wilayah kesatuan Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Sumatera Barat.

Wilayah NKRI

Painan merupakan nagari sebagai desa wilayah administerasi pemerintahan terdepan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Nagari Painan itu dimekarkan menjadi 3 Nagari, sebagai desa (pemerintahan) masa Bupati Nasrul Abit dan Ketua DPRD Alirman Sori. Tiga Nagari itu adalah (1) Nagari Painan, (2) Nagari Painan Timur dan (3) Nagari Painan Selatan. Nagari Painan penduduknya (2022) berjumlah 5.971 jiwa (ditambahn Penduduk Painan Selatan 4912 Jiwa, dan Painan Timur 4.355 jiwa).

Luas Nagari Painan 8,49 km2 (ditambah luas Painan Selatan 645,90 ha dan Painan Timur 67,87 km2). Wilayahnya meliputi kampung-kampung: (1) Nagari Painan: Kampung Bukit Putus, Kampung Rawang dan Kampung Painan Utara lainnya; (2) Painan Selatan: Kampung Carocok, Kampung Painan Selatan, Kampung Sungai Nipah; dan (3) Painan Timur: Kampung Tangah dan Kampung Painan Timur.

Orbitasi Nagari Painan pada ketinggian + 8 M2 di atas permukaan laut. Suhu rata- rata 20 – 30 0C . Berbatas, sebelah utara berbatas dengan Kenagarian Bunga Pasang Salido.  Sebelah Selatan, Painan Selatan dan Nagari IV Koto Hilia Kecamatan Batangkapas, sebelah Timur Nagari Bungo Pasang Salido dan Nagari IV Koto Mudik, Kecamatan Batangkapas dan sebelah Barat dengan Samudera Hindia. Jarak ke Kota Padang ibu kota Provinsi Sumatera Barat 77,6 km.

Asal Usul, Toponimi dan Adat Syara’

Toponimi linguistik – pembahasaan nomenklatur nagari “Painan'” berasal dari beberapa fenomena. (1) fenomena “alam: sungai dan tanaman pinang”,  (2) penyebutan orang asing, (3) fenomena permainan, (4) fenomena sosial dalam bentuk pameo lainnya.

Toponimi Painan, dari fenomena alam “sungai kecil”, adalah sungai yang mengalir di dacrah itu bernama bernama “Sungai Pinang Kecil”. Sebut Agus Yusuf dari kata “Pinang” itu lahir kata ‘”Painan”. Justru kata “Pi” oleh orang asing dibaca “Pai” (i, ai). Jadi “Pinang” itu mereka sebut “Painang”. Dari “Painang” menjadi Painan. Beberapa fenomena toponimi Painan ini terdapat dalam buku Sejarawan asal Nagari Taluk Agus Yusuf . Banyak dikutip termasuk menjadi rujukan toponimi Nagari Painan dituangkan dalam Profil Nagari Painan.

Buku Agus Yusuf itu berjudul “Peran Ninik Mamak Sepanjang Sejarah Pesisir Selatan, Membicarakan Sejarah Kabupaten Pesisir Selatan Sejak Kepindahan Penduduk Menempati Wilayah ini Sampai Masa Reformasi” (2007:23-24). Untuk menggambarkan toponimi Painan berakar dari penyebutan orang asing, penulis Agus Yusuf mengutip Laporan Kontroleur BA Bruins (Belanda) Tahun 1936). Bruins menyebut “Pijnang” untuk menyebut Painan. Demikian orang Portugis menulis “Py-nan” untuk menyebut dan menuliskan kata Painan.

Agus Yusuf juga mengutip anggapan, bahwa Painan toponimi – pembahasaannya dari kata “pameo” untuk menggambarkan bahwa “Painan” berasal dari dua kata “Paik” dan “nian” menjadi Paiknian (artinya sangat pahit), kemudian menjadi Painan. Pernilaian Agus Yusuf, pameo itu sekedar seloroh belaka, diduganya tidak hubungan dengan asal kata Painan.

Demikian pula kata Painan berasal dari kata “Permainan”. Dicatat Agus Yusuf, bahwa semasa Belanda di Pulau Cingkuk, Painan dijadikan tempat permainan. Dari kata “Permainan” itu, Nagari Painan yang berada di mulut Teluk Painan dekat Pulau Cingkuk itu, ditetapkan nomenklaturnya menjadi Painan. Namun Agus Yusuf berkeyakinan, memilih setuju dengan kata “Pinang” sebagaí asal kata Nagarí Painan.

Asal usul penduduk Painan berasal dari nagari asal campuran. Ada dari Nagari Kerajaan Sungai Pagu (Solok Selatan). Namun sebagian ada dari Kubung 13 Solok dan juga ada dari Pariaman.

Ninik moyang yang menjadi asal usul Painan, mendirikan Nagari Painan ini. Agus Yusuf menyebut juga dirujuk Profil Nagari Painan, disebut bahwa pendiri Nagari Painan ada 5 Datuk: (1) Datuk Rangkayo Basa (suku Malayu, asal Sungai Pagu), (2) Datuk Rajo Batuah (suku Panai, asal Sungai Pagu, masuk dari jalur Tuik, Batangkapas), (3) Datuk Rajo Intan (suku Tanjung), (4) Datuk Kando Marajo (suku Caniago. asal Kinari yang kaumnya masuk dari jalur Bayang, terus ke Salido, dan jalur dari Barung-Barung Balantai Tarusan terus ke Painan, dan (5) Datuk Rajo Bagindo (suku Jambak 7 Paruik. kaumnya masuk dari jalur Padang asal Pariaman).

Painan, Nagari berpenghulu yang sebelumnya Nagari beraja-raja. Agus Yusuf mengutip hasil wawancara Bruins 1935 dengan pemuka masyarakat adat, bahwa di Painan pernah menjadi Raja Marah Johan Rajo Sampono. Sukunya Kutianyia, dijemput sebagai Raja dari Pasir Talang, Sungai Pagu (Alam Surambi Sungai Pagu.

Nagari Painan sebagai wilayah adat, mempunyai suku-suku, di antara seperti suku-suku pemuka adat pendiri Nagari Painan tadi. Suku-suku yang ada susunan datuk penghulunya: (1) Suku Melayu, penghulunya: (a) Afrizal Dt. Rang Kayo Basa, (b) Yuzar, Dt. Rajo Panjang (alm), sudah ada penggantinya, (c ) Yurnalis Dt. Sari Marajo (alm), sudah ada penggantinya, (d) Dt. Marah Baganti (talipek) dan (e) Dt. Rajo Kaciek (talipek). (2) Suku Panai, penghulunya: (a) H. Bakri Zubir Dt. Rajo Mangkuto, (b) Muchlis Dt. Rajo Batuah, (c ) Drs. Syafrizal, MM Dt. Nan Batuah, dan (d) Sarios Dt. Rajo Alam. (3) Suku Caniago, penghulunya: (a) Yuzrizal, BA Dt. Kando Maha Rajo dan (b) Kaisir Dt. Rajo Nan Sati. (4) Suku Tanjuang, penghulunya: (a) Safnir, S.Pt Dt. Rajo Intan dan (b) Harwal Nurdin Dt. Rajo Johan. Dan (5) Suku Jambak, penghulunya: (a) Erwanto Dt. Sampono Kayo, (b) Firdaus, M.Pd Dt. Rajo Bagindo, (c ) Syahril, KB Dt. Talanai Sati dan (d) Dt. Rangkayo Majo Indo (talipek).

Setiap suku dan penghulunya didukung perangkat, Urang 4 Jinih (U4J): Penghulu, Manti, Malin dan Dubalang. U4J didukung perangkat Urang Jinih Nan-4 (UJ4) yakni: Imam, Katib, Bila dan Qadhi.

Dalam peradilan adat menyelesaikan sengketa adat dilakukan scara bertingkat. Sengketa kaum diselesaikan di kaum, sengketa suku diselesaikan di suku. Di tingkat Nagari diselesaikan limbago penghulu Nagari dipasilitasi Kerapatan Adat Nagari (KAN) sekarang diketui Syafrizal Dt. Nan Batuah.

Dalam persidangan adat disebutkan, menggambarkan pelaksanaan adat dan syara’, dilakukan secara musyawarah perwakilan kaum yakni penghulu dengan orang UJ4 sebagai orang di muka dalam masyarakat adat dan beragama. Artinya sidang peradilan adat ada penghulu pimpinan suku dan ulama dari UJ4 mengawal syara’.

Dalam kehidupan bernagari, terdapat Masjid Raya Nagari Painan, yang dipasilitasi KAN yang di dalamnya diisi oleh UJ4. Pengurus di bawah kendali ulama berbasis UJ4 Nagari. Namun belum ada UJ4 berkoordinasi dengan Majelis Ulama Nagari (MUN) dalam peningkatan syiar dakwah Adat Syara’.

Masjid Raya Nagari Painan ini berpotensi diperkuat dua Masjid Pemerintah yakni: Masjid Akbar Baiturrahman di jantung Kota Painan dan Masjid Terapung Samudera Ilahi di Pantai Carocok DTW Wisata Pantai Painan. Kedua masjid megah ini segi tiga dengan Masjid Islamic Centre di Salido, yang berpotensi sebagai pusat jaringan imformasi Islam di Nagari ini. Dari tiga Masjid ini berpotensi mengkoornasikan sharing informasi Islam, di-link-an dengan seluruh masjid di Pesisir Selatan.

Potensi Nagari Painan ini sebagai pengimplementasi ABS-SBK, informasinya diperkuat dengan informasi yang dibentang penghulu, ulama dan cadiak pandai serta Bundo Kandung Painan. Informasi itu dibentang dalam pertemuan dengan Tim Provinsi Sumatera Barat dalam menilai Nagari Painan sebagai pengimplementasi ABS SBK, di KAN Painan, 13 Desember 2024.

Tim Provinsi penilai Nagari Pengimplementasi ABS-SBK itu, terdiri dari unsur tungku tigo sajarangan: (1) cadik pandai – intelektual akademisi ialah Prof. Dr. Nursyirwan Effendi, Dr. Hasanudin Yunus Dt. Tan Patiah, MSi; (2) unsur ulama: Buya Dr. Gusrizal Gazahar Dt. Palimo Basa, Buya Mas’ud Abidin Jabbar dan Unsur adat: Prof. Dr. Rudha Thaib dan YY Dt. Rajo Bagindo. Tim Didampingi Kepala Dinas Kebudayaan Dr. Jefrinal Arifin, SH, MSi diwakili Pamong Kebudayaan Disbud Provinsi Sumatera Barat Nofrizon, Helma Fitri, Hendro dan staf lainnya.

Aspek yang dinilai pada Nagari Painan sebagai nagari implementasi ABS SBK ada 8 perspektif adat “undang nagari” dan “undang dalam nagari”. Delapan perspektif itu: (1) Bakorong bakampuang, (2) Basuku banagari, (3) Balabuah batupian, (4) Basawah ba ladang, (5) Babalai bamusajik, (6) Bahuma babendang, (7) Bahalaman bapamedanan, (8) Bapandam bapakuburan/ bapusaro.

Sistemnya dengan cara duduk bersama temu wicara bercorak sarasehan. Diskusi, tanya berjawab intens tetapi santai dan hangat. Dengar curai papar tentang Nagari Painan tidak saja sifatnya di luar menilai tetapi di batinnya adalah edukasi dan motivasi bagi kemajuan Nagari ke depan. Pernilaian dan edukasi tidak terlepas dari 8 aspek pernilai tentang prestasi capaiannya sampai kini dan kemajuan ke depan.   

Painan Resort Wisata Pantai

Nagari Painan sebagai Nagari Minangkabau dan Nagari sebagai wilayah administrasi pemerintahan terdepan NKRI juga merupakan Resort. Menarik untuk dikunjungi, untuk melihat suasana masyarakat dan eksplisit pengalaman upacara adat dan agamanya (ritus) yang sarat dengan nilai adat – syara’ (agama). Sebagai resort, Nagari Painan memiliki: (1) service center, (2) market town dan (3) regional center, untuk memberikan kepuasan kepada warga dan pengunjung.

Service Center, di Nagari Painan, aspek fasilitas pendidikan tersedia lembaga pendidikan, SD. SMP, SMA dan Kejuruan. Pasilitas kesehatan tersedia Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah M.Zen Jamil. Pasilitas Agama tersedia Masjid Nagari dan dua masjid megah yang dipasilitasi pemerintah Kabupaten seperti tadi disebut. Hanya saja sejarah surau Painan 1523 tidak dimunculkan lagi yang dahulu dipimpin Syekh Burhanuddin Painan (lihat juga Yulizal Yunus, Surau dan Sejarah Perjuangan dan Adat Minang di Pesisir Selatan, https://wawasanislam.wordpress.com/2008/04/30/surau-dalam-sejarah-perjuangan-dan-adat-minang-di-pesisir-selatan/, 30 April 2008. Aspek pemerintahan ada Kantor Pemerintahan (Bupati dan DPRD) serta kantor Korfopimda Pesisir Selatan lainnya seperti Polres, Kodim, Pengadilan Negeri lainnya. Aspek adat ada Kantor KAN Painan dengan mayarakat hukum adatnya.

Aspek Pariwisata, Painan mempunyai DTW yang ternama yakni: (1) Pantai Carocok dengan Masjid Terapung Samudera Ilahai. Menyediakan hanggar pejalan kaki ke Pulau Kereta dan perahu mesin tempel ke Pulau Cingkuk yang mempunyai situs makam Portugis, puing Benteng/ Loji VOC dan bekas hanggar Pelabuhan Emas masa Belanda, berhadapan dengan Pelabuhan Panasahan untuk kapal antar pulau yang dibangun masa Bupati Darizal Basir. Juga ada kawasan Bukit Langkisau merupakan pemedanan terbang layang yang bertaraf internasional. Arah ke Selatan ada pantai Sungai Nipah dan pantai di sempadan Batangkapas di bukit Patambuan dan pantainya yang indah lainnya.

Market Town (pusat belanja) Nagari Painan di samping ada pasar modern dan pertokoan yang siap melayani pembeli, di samping kedai-kedai di tepi pantai serta restoran, hotel lainnya.

Regional center, Nagari Painan dari kotanya memancar jalan ke seluruh arah mata angin, terus ke segi tiga emas Tapan: arah ke Benkulu dan Kerinci (Jambi). Ke utara segi tiga emas di Bayang: arah ke Padang, Solok melalui Nagari di atas awan km 0 Pancung Tebal nagari kelahiran ulama besar Syekh Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi pembina Masjid Ganting Padang dulu, bermakam arah ke Mihrab masjid Ganting Padang itu. Selain itu juga cukup banyak jalan (Negara, Provinsi, Kabupaten) sebagai tali nadi ekonomi Pesisir Selatan yang menghubungkan ke seluruh arah pembangunan kawasan ungulan Pesisir Selatan terus ke provinsi lain.**

Bagikan:
Musyawarah Kubong XIII
Bagikan:

Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo

Mewakili Niniak mamak, Alim ulama, Cadiak pandai serta Mandeh Sako/ Bundo Kanduang Kubong XIII memfasilitasi aspirasi gerakan pemajuan Adat Minangkabau WhatsApp Group (WAG) Forum Musyawarah Adat Minangkabau (FMAM), mengundang 100-san lebih unsur Niniak Mamak, Alim Ulama, Cadiak Pandai serta Mandeh Sako/ Bundo Kanduang, mengadakan Musyawarah Mufakat sehari. Musyawarah dilaksanakan di Balai Adat Nan Panjang Kubong XIII, Ahad 12 Januari 2025, pukul 08.00 – 16.00 wib. Agendanya “Silaturahmi, Upaya Mempererat Buhul Tali (Silaturrahmi) dalam Rangka Mempertahankan dan Melestarikan Adat Minangkabau yang (dalam Prilaku) Telah Bergeser dari (Cupak) Usali yang Diwarisi Turun Temurun”. Yang mewakili pengundang, (1) Niniak Mamak Pemangku Adat Nagari Solok, di antaranya: (1) Abel Dt. Bagindo Tan Ameh, (2) A.n Panghulu Adat Chaniago III Korong Nagari Salayo Hafrin Dt. Rangkayo Batuah/ Orang Tuo Adat Caniago III Korong, (3) Panghulu Adat Melayu Bendang Nagari Pintu Rimbo Lolo Surian Alkamra Dt. Bandaro Putih, (4) Rajo Koto Gadang Koto Anau N. Rajo Bagindo Hyang DiPatuan Pucuak Adat Malayu Tinggi Kampung Dalam. Pembentak lapiak Bundo Yetna Sriyanti dan mamak Almansuri.

Sebuah apresiasi, diakui Musyawarah Kubong XIII ini menarik sebagai pembuat sejarah gerakan adat. Tidak sekedar silaturrahmi. Sarat dengan tawaran pemikiran tentang pemajuan adat Minangkabau dan penguatan kapasitas ninik mamak ke depan.

Saking menariknya Musyawarah Kubong XIII ini, 100-san tokoh adat yang hadir hendak mau bicara semua. Namun waktu juga yang membatasi. Pun yang mendapat kesempatan bicara, diharap “to the point”, justru seperti tidak mau melepas microphone dari tangan, berakibat tak semua dapat kesempatan berbicara. Dimungkinkankan karena forum musyawarah seperti ini jarang terjadi. Karenanya forum ini dimanfaatkan untuk menumpahkan unek-unek, pikiran, perasaan, pengalaman rasa kesal bahwa adat mereka dikerdilkan dan termarjinalkan dan peranan limbago adat sebagai pemilik adat “terbunuh” dalam kehidupan beradat dalam tataran prilaku para pihak, seiiring ancaman pengaruh global yang menawarkan transformasi budaya, meski menaruh peluang dan tantangan.

Antusias hadirin yang diundang Musyawarah Kubong XIII ini spiritnya mirip forum Seminar “Sumpah Sati Bukit Marapalam” dan upacara “Memperbaharui – Update Sumpah Sati Bukit Marapalam 1403”, diselenggarakan 18 desember 2018 dipelopori MUI Sumatera Barat. Saya ketika itu didaulat mewakili unsur penghulu Minangkabau menyampaikan pidato adat sorenya di Puncak Pato, Bukit Marapalam, setelah paginya Seminar di Batusangkar sebagai salah seorang Narasumber. Sedangkan pidato Cadiak Pandai disampaikan Prof. Dr. Mestika Zed dan Pidato Syara’ disampaikan Gusrizal Gazahar/ Ketua Umum MUI Sumatera Barat.

Pertemuan informal Forum Musyawarah Kubong XIII, mengedepankan berbagai masalah dan pemecahannya dalam pemajuan adat Minangkabau yang terhambat dan peranan ninik mamak yang termarjinalkan. Pada perinsipnya meliputi dua hal: (1) sakao pusako salingka kaum serta peranan ninik mamak, dan (2) hukum adat tidak dihargai bersanding dengan hukum negara. Keduanya pertama dibentang Bundo Yetna.

Saya diberi kesempatan menjelang akhir Musyawarah Kubong XIII. Adalah sore menjelang ashar dalam kondisi microphone macet yang memaksa berbicara dengan mengangkat ekstra keras suara sendiri. Saya mengajak hadirin menghargai berterima kasih kepada WAG FMAM dan Ninik Mamak Balai Adat Nan Panjang Kubong XIII yang mengundang.

Dalam pandangan saya, perjalanan pertemuan informal Forum Musyawarah Kubong XIII seperti pelaksanaan sistem Simposium. Simposium dimaksud, adalah Forum Musyawarah ini memfasilitasi semua yang hadir berbicara menyampaikan pemikiran, pengalaman dan simpul-simpul piawai sekitar masalaha-masalah adat dan peranan ninik mamak serta cara mempertahankan ulayat dan pelaksanaan hukum adat. Namun sebagai Simposium biasanya tidak membuat kesimpulan dan Musyawarah Report. Sungguhpun demikian hadirin membuat beberapa kesepakatan. Kesepakatan yang paling penting satu di antaranya membentuk Forum Pemuka Adat Sumatera Barat yang seaspirasi dengan nama WAG “Forum Musyawarah Adat Minangkabau” (FMAM).

Merespon pemikiran yang berkembang membahas dua masalah yang tadi dibentang Bundo Yetna dan mendapat tanggapan dan pembahasan dari anggota musyawarah, cukup hangat. Pertama tentang “sako pusako dan pernan ninik mamak”. Saya katakan, kekayaan pemikiran yang kita terima dalam Musyawarah Kubong XIII ini, mengantarkan kita “ninik mamak, bundo kanduang, cadiak pandai dan ulama” “babaliak” ke Limbago Adat kita masing-masing dan meningkatkan kapasitas peranan di kaum dan di nagari. Limbago Adat yang dimaksud adalah Limbago Kaum kita, yang punya otoritas melaksanakan dan mewariskan adat, karena Limbago kaum ini tempat tumbuh adat itu sendiri sesuai asal usulnya dan sako pusako salingka kaumnya serta adat salingka nagarinya yang dikawal adat sabatang panjang di nagari kita masing-masing.

Balik dari musyawarah ini kita sampaikan kekayaan pemikiran yang dibentang pada Musyawarah Kubong XIII ini, kepada kaum suku dan nagari kita masing-masing. Justru inti Minangkabau itu adalah nagari. Minangkabau tidak mengenal kecamatan, tidak mengenal kabupaten, tidak mengenal provinsi, yang dikenalnya nagari. Karenanya nagari itu inti Minangkabau. Di nagari itu ada Limbago Penghulu ba-kaampek suku dan atau lebih. Limbago Panghulu ini memiliki “Kerapatan Nagari” (bukan KAN) membuat mufakat dan punya otoritas perumusan hukum adat yang bersumber dari norma Undang-Undang Adat Limbago Minangkabau dan peraturan adat lainnya sejalan dengan adat nan-4 (adat nan sabana adat, adat nan teradatkan, adat nan diadatkan dan adat istiadat). Nagari berfungsi, apa bila kaum suku kuat. Kuat kaum suku itu ditandai keberadaan sako pusako salingka kaumnya. Habis sako pusako, habislah kaum. Habis kaum hilang Nagari. Hilang Nagari maka lenyaplah Minangkabau.

Di Nagari itu adat tiga kelembagaan: (1) pertama pemerintahan, (2) Kerapatan Adat Nagari (KAN) sebagai organisasi adat di Nagari sesuai amanat sejarah berdirinya dipasilitasi Perda 13/1983, dan (3) Limbago Adat Penghulu Nagari/ Rajo dengan Kerapatan Nagarinya. Ketiga kelembagaan nagari ini tidak boleh saling mencampuri. Hubungannya hanya sebatas “konsultatif”. Pendistribusian kewenangan, (1) pemerintahan nagari (wali dan bamus) berfungsi sebagai regulator, (2) KAN sebagai organizing, yakni pelaksana pasilitasi penguatan fungsi nagari sebagai kesatuan MHA dan penguatan Limbago Adat Penghulu Nagari/ Rajo dalam mengemban fungsi nagari sebagai kesatuan wilayah Masyarakat Hukum Adat (MHA) itu, dan (3) Limbago Adat Penghulu berbasis kaumnya adalah mengemban fungsi steerring, pengarah dalam pelaksanaan adat di nagari, karena Limbago Adat ini tempat tumbuhnya adat dan punya otoritas merumus, menjalankan dan mewariskan adat dan undang-undangnya sebagai sumber norma hukum adat. Karena itu perlu digagas menggunakan otoritas: (1) Penghulu Nagari/ Rajo perlu merumuskan hukum adatnya berdasarkan Tambo Adat/ Barih Balabehnya, dan (2) Perlu membuat manajemen kaum, dimungkinkan dalam bentuk “tambo baru”, mengganti tambonya dan ranjinya yang asli sudah tidak ditemukan lagi. 

Kedua, tentang tidak dihargainya hukum adat terutama dalam mempertahankan ulayat, dan yang banyak berbicara hukum negara yang sering tidak banyak berpihak bagi ketahanan tanah ulayat kaum dan nagari, seperti tadi dibentang Bundo Yetna dalam kerisauannya persoaalan antara ulayat Selayo dan Pauh Kota Padang dan ancaman terhadap ulayat dan hutan lindung sepanjang bukit barisan di Wilayah Solok, Padang, Pesisir Selatan dan Muko-muko.

Sebenarnya, penting penyadaran, bahwa hukum negara itu dirumuskan berdasarkan hukum adat. Prof. Dr. Kurniawarman ahli hukum piawai dalam soal pertanahan dan agraria dari Unand menyebut “pada perinsipnya hukum adat itu adalah hukum formal, tak banyak tertulis”. Fakta itu dimungkinkan, lihatlah contoh Undang-undang Pokok Agararia (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. UUPA ini juga mengatur “hak milik tanah sebagai hak turun-temurun”. Pasal 5-nya menyebutkan, bahwa “Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa “ialah hukum adat”, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara…”. Namun dalam prakteknya, hukum adat tetap dimarjinalkan, dan tidak ada kepastian hukum, yang karenanya merisaukan MHA dalam mepertahankan tanah dan hutan ulayat kaum dan nagarinya.

Untuk memperkuat adat dan peranan ninik mamak, penting dengan hukum. Di Minangkabau berlaku tiga hukum. Tiga hukum itu disebut “tiga tali sapilin” (tali tiga sepilin). Tali itu artinya hukum. Tiga hukum itu: (1) Tali Syara’ (hukum Agama Islam), normanya: “badasa ka anggo tanggo” (berdasar ke anggaran dasar, yakni syara’ dan kitabullah), (2) Tali Adat (Hukum Adat), normanya: “bahukum ka raso jo pareso” (berhukum kepada kecerdasan emosional dan kecerdasan intellegence), dan (3) Tali Undang (Hukum Negara, disebut Minangkabau sebagai hukum akal), normanya: “baundang ka alua jo patuik” (berundang-undang ke alur dan patut). Artinya tiga hukum yang bersinergi ini berlaku di Minangkabau. Tiga hukum ini disebut dalam pasal 5 Undang Adat Minangkabau 1403 (ABS-SBK sebagai Undang Adat Minangkabau 15 pasal 90 ayat, Sumpah Sati Bukit Marapalam 1403) menyebut, bahwa orang Minangkabau tidak diikat dengan tali tigo sapilin itu akan kacau.

Tali tigo sapilin dituangkan dalam struktur hukum “Limbago Nan-10”, yakni (1) cupak nan 2, (2) Undang nan-4 dan (3) Kato Nan 4. Cupak Nan 2 adalah: (1) cupak usali dan (2) cupak buatan. Cupak usali pada undang nan-4 adalah pada (1) Undang Luak dan Rantau, dan (2) Undang (beridirinya) Nagari. Cupak buatan pada Undang Nan-4 adalah (1) Undang Nan-20 dan (2) Undang Dalam Nagari. Cupak usali dalam kato nan 4, adalah (1) Kato pusako dan (2) Kato Mufakat. Cupak buatan pada kato nan-4, adalah: (1) kato dahulu dan (2) kato kemudian. Inilah Undang- Undang Adat Limbago Minangkabau yang dahulu berlaku dan sekarang nyaris tidak dikenal lagi dalam perilaku pelaksanaan adat di nagari-nagari.

Jadi untuk penguataan adat dan peranan ninik mamak Limbago Pangulu Nagari, penting bekal Undang-Undang Adat Limbago Minangkabau. Nanti akan berguna bagi hakim adat dalam Peradilan Adat Nagari seperti diamantkan Perdaprov 7/ 2018 tentang Nagari. Dalam hal ini penting digagas menggunakan otoritas Limbago Pangulu Nagari merumuskan Undang-Undang Adat Nagarinya sesuai dengan Tambo Adat/ Barih Balabehnya dan ambil contoh kepada “yang sudah” Tambo Alam Minangkabau, yang pernah memberlakukan hukum adat di setiap nagari.

Terakhir saya sudah meneliti dan membukukan, diterbitkan oleh Pemda Provinsi Sumatera Barat/ Museum Nagari Adityawarman Disbud Sumabat, insya Allah awal tahun ini sudah didistribusi, adalah buku: “Undang-Undang Adat Limbago Minangkabau”. Setidaknya mengiringi penerbitan dan pendistribusian buku ini, ada satu manfaat, dapat memberikan kontribusi kepada Limbago Pangulu Nagari untuk merumuskan Hukum Adatnya di Nagari Masing-masing yang dapat digunakan untuk pedoman dalam penyelenggaraan peradilan dan perdamaina adat di nagari oleh hakim adat dan Kerapatan Nagari Limbago Penghulu Nagari di samping KAN. Musyawarah Kubong XIII, dalam pengamatan (simak lihat), diakui kaya membetangkan ide dan pemikiran yang dapat mengantarkan Ninik Mamak (Penghulu dan Mandeh Sako/ Bundo Kanduang) beserta ulama dan cadik pandainya, kuat “balik” ke kaum masing-masing di nagari dalam wilayah Sumatera Barat dan Minangkabau umumnya.**

Bagikan:
Sungai Kunyit, Nagari Beraja
Bagikan:

Yulizal Yunus

Penyambutan Tim Penilai Nagari Implementasi ABS SBK Dinas Kebudayaan Sumatera Barat (Foto Dok. Hasanuddin Dt. Tan Patih, 9/12/2024)

Nagari Sungai Kunyit merupakan Nagari Barajo (Beraja) di Kabupaten Solok Selatan. Sebagai Nagari Beraja sudah mempunyai sejarah panjang, dipimpin rajo legendaris Minangkabau “Tan Tua Rajo Sailan” (Yulizal Yunus, Kebudayaan Solok Selatan, 2010).

Saya pernah diundang khusus ke nagari ini sebagai nara sumber adat dalam kegiatan “Peningkatan Kapasitas KAN Sungai Kunyit”. Kegiatan diselenggarakan pemerintah Nagari kerjasama penghulu dalam payung Tantua Raja Sailan. Kegiatan berlangsung di Aula Kantor Wali Nagari, Senen, 15 November 2022. Pada Senen, 9 November 2024 saya dijadwalkan bersama Tim Provinsi Sumatera Barat dalam event Pernilaian Nagari Pengimplementasi Adat Basandi Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah (ABS SBK) Tingkat Provinsi Sumatra Barat Tahun 2024, turun ke Nagari Sungai Kunyit. Justru Nagari Sungai Kunyit beruntung diajukan oleh Pemerintah Kabupaten Solok Selatan sebagai Nagari Terbaik untuk dinilai.

Tim Penilai Nagari Sungai Kunyit diturunkan Pemrov Sumatera Barat – Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat. Mereka dari unsur tungku tigo sajarangan: (1) cadik pandai – intelektual akademisi ialah Prof. Dr. Nursyirwan Effendi, Dr. Hasanuddin, M. Si., Dt. Tan Patih; (2) unsur ulama: Buya Dr. Gusrizal Gazahar Dt. Palimo Basa, Buya Mas’ud Abidin Jabbar (berhalangan) dan Unsur adat: Prof. Dr. Rudha Thaib dan YY Dt. Rajo Bagindo (berhalangan). Tim Didampingi Kepala Dinas Kebudayaan Dr. Jefrinal Arifin, SH, MSi diwakili Pamong Kebudayaan Ridho Arifandi, SSTP. Di Nagari itu dihadirkan Dinas Pariwisata, Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Solok Selatan.

Aspek yang dinilai pada Nagari Sijunjung sebagai nagari implementasi ABS SBK ada 8 perspektif adat dalam rangkuman “Undang Nagari” dan “Undang Dalam Nagari” Limbago Nan-10. Delapan perspektif itu: (1) Bakorong bakampuang,  (2) Basuku banagari,  (3) Balabuah batupian, (4) Basawah ba ladang,  (5) Babalai bamusajik,  (6) Bahuma babendang,  (7) Bahalaman bapamedanan, (8) Bapandam bapakuburan/ bapusaro.

Pernilaian Nagari Sungai Kunyit dilakukan dengan sistem cara Duduk Bersama Temu Wicara bercorak Sarasehan. Diskusi, tanya berjawab intens tetapi santai dan hangat. Dengar curai papar tentang Nagari Sungai Kunyit. Sifatnya di lahir menilai tetapi di batinnya adalah edukasi bagi kemajuan Nagari ke depan. Pernilaian dan edukasi tidak terlepas dari 8 aspek pernilai tentang prestasi capaiannya sampai kini dan kemajuan ke depan.

Wilayah NKRI
Nagari Sungai Kunyit dalam perspektif pemerintahan terdepan NKRI satu di antara 74 Nagari di Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Luasnya 192,20 km². Berada dalam wilayah Kecamatan Sangir Balai Janggo (SBJ). Orbitasi Nagari Sungai Kunyit, berjarak ke ibu kota Kabupaten Solok Selatan Padang Aro 38 km dan ke Padang ibu kota Provinsi Sumatera Barat 202 km.

Sebagai wilayah pemerintahan NKRI Nagari Sungai Kunyit terdiri dari 8 jorong. Delapan jorong itu: (1) Jorong Koto Sungai Kunyit, (2) Jorong Taratak Sungai Sungkai, (3) Jorong Sungai Takuak, (4) Jorong Mercu, (5) Jorong Mukti Tama, (6) Jorong Pasar Sungai Sungkai, (7) Jorong Sungai Tangah dan (8) Jorong Long Batu Sandi. Penduduk Nagari Sungai Kunyit (2018) berjumlah 8319 jiwa (4529 laki-laki, 3789 perempuan dan 1990 rumah tangga). Mereka berada dalam kesatuan wilayah Masyarakat Hukum Adat (MHA) Minangkabau di Sungai Kunyit.

Pespektif MHA
Masyarakat Hukum Adat Nagari Sungai Kunyit, bersuku-suku Minangkabau. Spesifiknya di Sungai Kunyit terdapat suku “Anak Dalam”, dikenal sejak tahun 2000-an. Mereka bagaikan masyarakat nomaden datang dan pergi, lalu mondok di pondok kecil, dibangunnya di DAS (Daerah Aliran Sungai) Hulu Batang Hari itu.

Suku Anak Dalam di Sungai Kunyit itu, 5-7 tahun terakhir, terjadi perubahan. Dengan kebaikan hati masyarakat adat, mereka diterima secara adat dengan santun “inggok mancakam”. Dampaknya membawa perbaikan kehidupan mereka dari hutan yang sudah kritis, ke masyarakat hukum adat yang bermartabat sehingga terjadi keelokan sistem sosial mereka, memiliki kejernihan akidah agama di samping perbaikan ekonomi mata pencaharian mereka (Baca Yulizal Yunus, fikir.id 9-11-2022, lihat juga Tesis Siti Soleha, STKIP Padang: 2018).

Sungai Kunyit dan Dharmasraya dalam Beraja-raja
Sungai Kunyit punya hubungan kesatuan wilayah dan kerabat suku melayu dengan Koto Besar. Kesatuan wilayah kultur Nagari Sungai Kunyit dipimpin Tantua Rajo Sailan. Hubungan ketahanan wilayah dalam perspektif sejarah, Kerajaan Koto Besar (di Dharmasraya sekarang) dulu “seberat seringan”, saling bantu dengan Sungai Kunyit. Sebagai fakta, kuatnya hubungan raja-raja kerabat Pagaruyung, khusus dalam kerabat suku-melayu di Nagari ini.

Kerajaan Koto Besar Dharmasraya mempunyai struktur pucuk adatnya 16 penghulu terdiri dari: (1) 4 di Koto Besar, (2) 4 di Bonjol dan (3) 8 di Abai. Urang Jinih Nan-4 (Imam, Katik, dan Malin, Bilal). Di Kato Besar dominan suku Melayu, hanya pemangku “Bilal” yang berasal dari suku piliang.

Di Sungai Kunyit ada 10 penghulu suku, dominan melayu juga. Salah satu kerabat “sapiah balahan” suku melayu, ada yang asal usulnya dari suku melayu “Sungai Baye” Koto Besar, Dharmasraya.

Seorang Tuo Kampung Ahmad Umpiang Melayu Sungai Baye di bawah payung Penghulu Dt. Rangkayo Basa (70 tahun) di Koto Sungai Kunyit bercerita, 10 penghulu dan sukunya berada di Sungai Kunyit. Di antaranya ialah Penghulu Dt. Rajo Bangun suku Melayu Rumanda; Penghulu Dt. Sampono Marajo suku Melayu Tabing; Penghulu Dt. Murun Suku Tigo Lareh Kutianyia – Jambak; Penghulu Dt. Rajo Kalabian Suku Kutianyia – Jambak; Penghulu Dt. Rangkayo Basa Suku Melayu Sungai Baye (asal Koto Besar – Dharmasraya); Penghulu Dt. Mandaro suku Melayu Kampung Dalam, Basa Penghulu Rajo; Panghulu Dt.Rajo Palembang suku Melayu Kutianyia – Jambak; Panghulu Dt. Indo Mangkuto suku Melayu; Pangulu Dt. Sati suku Caniago dan Pangulu Mudo suku Panai lainnya.

Setiap suku tadi ada tuo kampung. Ada pula “urang syara’” ialah qadhi (hakim). Ada pula jabatan “manti” (urang cadiak pandai, pemegang sako pusako) dan “pandito” (ulama). Semua penghulu ini sudah dan sedang membangun rumah gadang kaum yang megah dengan pendanaan masing-masing suku miliaran rupiah.

Limbago penghulu suku tadi pucuk “adat dan alam” ialah Tan Tuo Rajo Sailan. Disebut pula suku rajo adalah juga melayu. Sekarang Tan Tuo Raja Sailan membangun baru “Istano Rajo” (Balai Sidang Rajo) yang baru. Mempunyai stilir ukiran motiv Minangkabau pada dinding dan ukiran untuk komponen bangunan penting lainnya.

Tan Tua Rajo Sailan dalam pemerintahan adat dibantu 4 “sandi” sebagai “alam”, ialah Mandaro Kayo, Indo Mangkuto, Pangulu Mudo dan Rajo Palembang. Kemudian 6 lainnya membantu rajo batagak (tegak) di ulayat. Untuk pengamanan, rajo Sailan diantu “dubalang rajo”.

Ekonomi, Elok Baso : Ketahanan Ulayat
Ulayat yang luas saat ini sudah menjadi perusahaan terutama kebun sawit. Sungai Kunyit dengan wilayah adat keseluruhan wilayah Kecamatan Sangir Balai Janggo terdapat perusahaan besar. Di antaranya PT Kencana Sawit Indonesia (KSI) lebih 10 ribu Ha, PT Perkebunan Nusantara VI mendekati 5 ribu Ha, PT Bina Pratama Sakato Jaya (BPSJ SS II) 8 ribu Ha, PT. SJAL mendekati 5 ribu, PT.TKA mendekati 4 ribu Ha, juga Seperti di Trans Mercu lainnya.

Justru di Kecamatan Sangir Balai Janggo termasuk wilayah Sungai Kunyit ini secara adat, berpotensi pengembangan perkebunan. Bahkan berpotensi pertambangan karena kaya bahan galian. Jenis bahan galian yang kaya itu di antaranya biji besi, timah hitam, batu bara, manggan bahkan emas. Disebut sudah ada beroperasi PT.Fersada Indo Tambang (FIT) menambang biji besi di areal ulayat mendekati 3 ratus Ha.

Boleh dikatakan Nagari Sungai Kunyit ini kaya, namun sayang ulayat sudah nyaris habis. Baru-baru ini, nyaris lepas dua bukit, yang semula diserahkan alih kelola oleh perusahaan besar, tetapiditinggalkan begitu saja. Lalu mereka kembali mengambil dua bukti itu setelah menang beracara di Pengadilan Solok dengan saksi ahli dari Bakor-KAN ditugaskan “Basrizal Dt. Panghulu Basa”. Nyarisnya lahan habis, karena nagari sudah berada di sekitar perusahaan besar. Syukur saja, karena Nagari Sungai Kunyit ini strategis, punya peluang pula dalam pengembangan “perdagangan segi tiga emas”, yakni: Solok Selatan, Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Bungo – Jambi.

Dulu Nagari Sungai Kunyit sepi, ingin berkawan dan nagari menjadi rami. “Dek elok baso” orang Nagari Sungai Kunyit hulu Sungai Jujuan ini, ulayat yang luas seperti diberikan murah saja. Ironisnya, balasan, yang diterima ninik mamak hanya “kain sarung cap padi” saja. Tanpa disadari ulayat dan tanah lah habis, nan diharpkan ladang, tetapi itu tidak pula memberi jaminan. Dalam 10 ribu ha, ada dikeluarkan seribu Ha untuk masyarakat. Itu pun ada pula yang terjual. Sulit balik (setelah terjual). Kalau kuat juga, sisa ulayat yang ada jangan sampai lepas lagi, dipertahankan”, cerita beberpa Tuo Kampuang di Nagari Tan Tuo Rajo Sailan ini.

Dalam ketahanan wilayah sejak Belanda, senantiasa dipertahankan Raja Sailan. Raja Kerajaan Koto Besar pun turut membantu Nagari Sungai Kunyit yang luasnya secara adat meliputi keseluruhan Kecamatan Sangir Balai Janggo. Raja Sailan pun punya perhatian terhadap otonomi daerah. Nagari Talao dulu diberi otonomi oleh Raja Sailan. Namun ketika “XII Koto” ingin lepas dari Sungai Kunyit dan minta bantuan Belanda, Raja Sailan tak suka. Karena memberi peluang Belanda untuk masuk dan mengancam ketahanan Sungai Kunyit. Sebab itu pula sebelum Belanda menyerang, Sungai Kunyit lebih dahulu menyerang Belanda, mempertahankan Sungai Kunyit dan Dharmasraya secara bersama-sama.

9 Agustus Hari Jadi Sungai Kunyit dan Pembuatan Tambo Baru
Pada tanggal 9 Agustus 1893, Belanda masa Kolonel van Swieten, ingin menglaim XII Kota menjadi jajahan, mengancam ketahanan wilayah Sungai Kunyit. Saat itulah Tuanku Daulat Yang Dipertuan (DYD) Sultan Besar Kerajaan Koto Besar Dharmasraya membela Sungai Kunyit. Intinya Sultan Besar Koto Besar, ingin mempertahankan wilayah XII Kota menjadi bagian payung kultur Sungai Kunyit dipimpin Tantuo Rajo Sailan dengan alasan sejarah asal usul.

DYD Sultan Besar Kerajaan Koto Besar Dharmasraya disegani dan dihormati Belanda. DYD Sultan meminta kepada Belanda, bahwa XII Koto jangan diklaim menjadi wilayah jajahan. Tetapi serahkan saja dulu kepada DYD Sultan Besar untuk menangani konflik “walayah kultur” itu. Belanda mengabulkan. Berlansung lama XII Koto dipegang dan Belanda tidak berani dengan DYD Sultan Besar. Sampai akhirnya wilyah kultur XII Koto itu tetap menjadi satu kesatuan wilayah adat dipimpin pucuk adat Tan Tuo Raja Sailan di Sungai Kunyit (Yulizal Yunus, Kebudayaan Masyarakat Solok Selatan, 2010 dan Yulizal Yunus, Kesultan Pagaruyung Jejak Islam dari Kerajaan-kerajaan di Dharmasraya, 2015).

Kesatuan masyarakat Adat Sungai Kunyit dan XII Kota berpangkal dari kedatangan 12 urang gadang (orang besar, pembesar adat) dari Pagaruyung. Mereka datang dalam maksud mencari “Puti Intan Jori” yang hilang. Kemudian 5 urang gadang kembali ke Pagaruyung, tinggal 7 orang lagi di Solok Selatan. Yang kembali 5 orang itu: Andomo di Saruaso, Tuan Qadhi di Padang Gantiang, Mangkhudum di Sumanik, Tuan Gadang di Batipuh dan Dt. Bandaro Putih di Sungai Tarab.

Sedangkan yang 7 urang gadang yang tinggal di Solok Selatan termasuk di Sungai Kunyit ialah: Tunku Inyiak Ingkek/ Inyiak Rajo Labiah di Labuah Urang Gadang, Tuanku Inyiak Bandaro di Lb. Pinang Lubuk Malako, Tuanku Rajo Angek Garang di Bagarak Alam, Tuanku Rajo Putiah di Abai, Tuanku Inyiak Tambun Tayia di Dusun Tangah, Tuanku Inyiak Baramban Basi di Pulau Panjang, dan Malano nan Sati di Lubuk Ulang Aling. Dalam persidangan adat, dipercayakan memimpin musyawarah kepada Tan Tuo Rantau Rajo Sailan (Lihat buku Yulizal Yunus, Kebudayaan Solok Selatan, Penelitian, 2007-2010).

Dalam penelitian saya, dipaparkan sejarah ketahanan dan kesatuan wilayah adat, kisah Sungai Kunyit yang berani berhadapan dengan Belanda tadi, terjadi 9 Agustus 1893. Penceritaan sejarah ini sudah saya tulis dalam buku saya (penelitian tahun 2015 sponsor Litbang Kemenag RI Jakarta), judul “Kesultanan Pagaruyung, Jejak Islam pada Kerajaan-kerajaan di Dharmasraya”. Fakta sejarah lainnya baca sumber Dept van Kolonien, als Verfolg der Nota Over Koto Besar, enz, Uitgegeven in Tijdschrift. Bat Gen, dl 19 111 (07) bl 281 vgg Muara Labuh, 12 Okt 1905.

Saya dalam presentasi penguatan limbago penghulu dan rajo pada 15 November 2022 di Sungai Kunyit, mengusulkan kepada pemerintahan (Bamus dan Wali nagari) Nagari Sungai Kunyit dan kepada Ninik Mamaknya, peristiwa besar mempertahankan kesatuan wilayah, 9 Agustus 1893 itu dapat dijadikan Hari Jadi Sungai Kunyit. Menjadikan Hari jadi itu dikukuhkan dengan dengan Peraturan Nagari dan diresmikan dalam persidangan pleno istimewa Bamus Nagari Sungi Kunyit.

Pemerintahan dan masyarakat Sungai Kunyit tertarik dan setuju penetapan hari jadi itu. Harapan mereka dalam alek momentum Hari Jadi itu bisa menjadi event dan ajang duduk bersama para pihak di Nagari dan Rantau dan pengusaha besar termasuk perkebunan sawit lainnya di Nagari Sungai Kunyit. Mereka punya kesempatan baik membicarakan kemajuan Sungai Kunyit ke Depan. Sekaligus membicarakan penulisan adat salingka nagarinya, berbentuk Tambo Baru Sungai Kunyit mencakup Undang-Undang Adat Limbago Sungi Kunyit. Apalagi momennya dekat dengan Hari Proklamasi RI, seiiring dengan Hari Lahir NKRI itu, mereka dengan aleknya dapat menyemangati anak nagari dengan berbagai keramaian permainan dan pertunjukan masyarakat budaya nagari dalam kerangka pemajuan kebudayaan nasional yang bhinneka tunggal ika.

Kapasitas Kelembagaan Adat Sungai Kunyit Meningkat
Tan Tuo Rajo Sailan ingin, Nagari Sungai Kunyit maju dan maju. Adat berjalan dengan baik. Dijalankan “limbago adat penghulu 10 suku” pemilik “adat salingka nagari” itu sendiri dengan “sako pusako salingka kaum” mereka. Dipasilitasi organisasi adat, yakni Kerapatan Adat Nagari, kata Rajo Sailan sebagai pucuk adat sekaligus ketua KAN di Nagari Sungai Kunyit, Solok Selatan, Senen pagi (15/11).

Karena itu kata Raja Sailan yang relatif muda itu, kelembagaan adat, baik limbago adat penghulu 10 suku pemilik adat itu sendiri maupun organisasi adat KAN di Nagari penting peningkatan kapasitasnya. Sebab itu pula penting ninik mamak yang berbasis pada kelembagaan adat di nagari, mengikuti kegiatan “Peningkatan Kapasitas KAN Sungai Kunyit” ini, kata Rajo Sailan mengajak ninik mamak. Alhamdulillah para nara sumber kita dari Sumatera Barat, senang datang dan memberikan ilmunya kepada kita, mari kita manfaatkan kesempatan menimba ilmu, kata Raja Sailan.

Kegiatan peningkatan kapasitas KAN Sungai Kunyit 15 November 2022 itu, dihadiri ninik mamak datuk penghulu 10 suku, bundo kanduang, ulama, cadiak pandai dan urang mudo Nagari Sungai Kunyit didampingi Ketua Bamus Syafrijal, Rajo Sailan dan forkopinca danramil, babinsa, Camat Sangir Balai Janggo lainnya. 

Acara peningkatan kapasitas ninik mamak dan KAN Sungai Kunyit itu diselenggarakan Pemerintah Nagari dengan bantuan ninik mamak nan 10 suku Sungai Kunyit. “Kalau tidak dibantu ninik mamak baik materil maupun moril, kegiatan ini tidak akan terlaksana dengan baik. Karena pemerintah nagari punya dana terbatas”, kata Walinagari diwakili sekretaris nagari Sungai Kunyit dalam sambutannya pada pembukaan kegiatan peningkatan kapasitas KAN-nya itu. “Ninik mamak Sungai Kunyit hebat, mampu mendirikan 10 rumah gadang suku/ penghulu dan dananya itu miliyaran”, tukuak puji walna Sungai Kunyit.

Dalam maksud yang sama Camat Sangir Balai Janggo (SBJ), menyatakan salut kepada ninik mamak Sungai Kunyit yang turun membantu kegiatan ini. Kalau tidak dibantu ninik mamak seperti di nagari lain, tidak bisa terlaksana kegiatan sebesar adat ini. Ternyata di nagari Sungai Kunyit bisa, melebihi 4 nagari lainnya (Nagari Sungai Kunyit, Nagari Talao Sungai Kunyit, Nagari Sungai Kunyit Barat, Nagari Talunan Maju) dalam wilayah Kecamatan Sangir Balai Janggo (SBJ) ini sebagai keseluruhan wilayah kultur/ adat Sungai Kunyit.

Kekuatan ninik mamak datuk penghulu 10 suku dan dengan kapasitas kelembagaan adat KAN Sungai Kunyit dapat mempertahankan ulayatnya. Jangan sampai habis ulayat terjual dan tergadai, kata nara sumber Basrizal Koto Dt. Pengulu Basa (Bakor-KAN), yang kemudian menjadi saksi ahli membela Nagari Sungai Kunyit dalam beracara di Pengadilan Solok. Harapan itu ia ungkap dalam presentasinya “Kelembagaan Adat dalam Penguatan Adat Lama Pusako Usang”.

Bela ulayat sebagai pusako! Justru di atasnya sako berdiri. Habis ulayat, habis sako. Habis sako lenyap kaum. Lenyap kaum habis Nagari dan adatnya. Habis nagari habis Minangkabau. Setidaknya pertahankan ulayat yang tersisa, di samping usaha terus menerus membalikan ulayat yang tergadai, tukuk Pangulu Basa.

“Untuk mempertahankan ulayat, penting penguatan kapasitas kelembagaan adat Limbago rajo dan organisasi adat di nagari”. “Seiring penguatan kapasitas kelembaga adat juga penting pemberdayaan masyarakat adat, terutama urang 4 jinih dan urang jinih nan-4”, tukuk nara sumber Dr.Syahrial Dt. Bandaro Itam Ketua Perkumpulan Banda-10 Culture Center.

Nagari Resort Potensi Wisata
Nagari Sungai Kunyit sebagai Nagari Minangkabau dan Nagari sebagai wilayah administrasi pemerintahan terdepan NKRI juga merupakan Resort. Menarik untuk dikunjungi, untuk melihat suasana masyarakat Nagari Beraja dan eksplisit pengalaman upacara adat dan agamanya (ritus) yang sarat dengan nilai adat – syara’ (agama). Sebagai resort, Nagari Sungai Kunyit memiliki: (1) service center, (2) market town dan (3) regional center, untuk memberikan kepuasan kepada warga dan pengunjung Nagari Sungai Kunyit ini.

Service centre (pusat pelayanan) Nagari Sungai Kunyit dapat memberikan pelayanan warga dan pengunjung. Pelayanan bidang pendidikan sudah ada lembaga pendidikan dari pendidikan dasar dan sekolah menengah. Bidang pemerintahan ada perkantoran pemerintahan. Bidang sipil ada rumah gadang penghulu 10 suku di Nagari Sungai Kunyit. Bidang kesehatan ada 1 unit Puskesmas. Bidang agama terdapat 10 masjid dan 16 surau/ mushalla. Bidang pariwisata, ada kedai makanan, penginapan dan DTW alam ada “Air Terjun Talang Sipintu”, “Makam Raja” dan “Puncak Gane”. Budaya tak benda (intangible) berpotensi sebagai objek wisata ada tradisi “maarak rajo” serta prosesi alek adat beraja lainnya.

Market town, Nagari Sungai Kunyit memiliki pasar dikenal “Pasar Sungkai” dengan pertokoan, kedai lainnya yang memadai bagi warga dan pendatang. Juga ada SPBU dan tempat perbelanjaan kebutuhan masyarakat lainnya.

Regional centre, Nagari Sungai Kunyit mempunyai akses jalan cukup baik, kecuali masih ada jalan tanah ke jorong-jorong seperti ke jorong Koto Sungai Kunyit. Jalan yang ada sudah merupakan tali nadi ekonomi. Dalam ekonomi perdagangan, Nagari Sungai Kunyit, berpotensi “segi tiga emas”: Jalur ekonomi Kabupaten Solok Selatan terus ke Padang Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat. Juga arah jalan ke Kabupaten Dharmasraya terus ke Jakarta, dan atau arah jalur ekonomi arah ke Kabupaten Bungo – Jambi lainnya.**

Bagikan:
Kajai Satu Nagari Satu Desa
Bagikan:

Oleh Yulizal Yunus

Kajai, sebagai Nagari dari perspektif adat hanya bisa dikenal dengan eksistensi KAN (Kerapatan Adat Nagari). Justru dari perspektif pemerintahan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), sudah tidak populer lagi nomenklatur Nagari Kajai, tetapi berubah nama menjadi Desa Balai Batu Sadaran. Satu desa satu nagari sebut Kades Nasirwan  Sutan Rajo Lelo.

Kajai Pespektif NKRI
Perubahan nama Nagari Kajai dalam perspektif Pemerintahan NKRI terjadi sejak tahun 1985. Ketika itu ada peraturan Gubernur, tiga desa di Nagari Kajai: (1) Desa Koto, (2) Desa Pantian dan (3) Desa Parik, dijadikan satu dengan nama “Desa Balai Batu Sandaran”. Saat itu Nagari Kajai masih menjadi wilayah kesatuan Masyarakat Hukum Adat (MHA) di X Koto DiAtas (Kecamatan) Kabupaten Solok. Kepala Desa Balai Batu Sandaran di Nagari Kajai itu, pada waktu itu pertama dipimpin Kepala Desa Ja’far Rangkayo Sati.

Artinya pemerintahan Desa Balai Batu Sandaran, awalnya penyatuan dari 3 Desa tadi berada dalam wilayah adat Nagari Kajai. Dahulu Nagari Kajai dipimpin oleh Wali Nagari. Wilayahnya 3 Jorong dipimpin Wali Jorong. Kemudian ketiga jorong itu menjadi desa, masing-masing dipimpin Kepala Desa. Perubahan dari nagari ini mengacu Undang-undang Nomor 05 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa Tiga Desa ini seperti tadi disebut disatukan menjadi satu Desa beranama Desa Balai Batu Sandaran dalam wilayah adat Nagari Kajai ini.

Desa Balai Batu Sandaran dalam wilayah adat Nagari Kajai kemudian berada dalam wilayah pemerintahan NKRI Daerah Tingkat II Sawahlunto. Bagian dari wilayah pemerintahan Kecamatan Barangin (sebelumnya Kecamatan Sawahlunto Utara). Kecamatan ini dibentuk berdasarkan PP No.13 tahun 1982, tanggal 19 Mei 1982 tentang Pembentukan Kecamatan-Kecamatan dalam wilayah Kotamadya Daerah Tingkat (Dati) II Sawahlunto dengan wilayah 8 kelurahan. Kemudian Kecamatan Sawahlunto Utara berubah menjadi Kecamatan Barangin berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.44 tahun 1990 tanggal 1 September 1990 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Dati II Sawahlunto/ Sijunjung dan Kabupaten Dearah Tingkat (Dati) II Solok, diresmikan Menteri Dalam Negeri RI Rudini, 16 Oktober 1990.

Kecamatan Berangin (yang tadinya Kecamatan Sawahlunto Utara) wilayahnya meliputi 4 kelurahan dan 6 desa termasuk Desa Balai Batu Sandaran. Lima desa lainnya: Desa Santur, Desa Kolok Mudik, Desa Kolok Nan Tuo, Desa Talago Gunung dan Desa Lumindai. Sedangkan 4 Kelurahan adalah : (1) Kelurahan Saringan, (2) Kelurahan Lubang Panjang, (3) Desa Durian I dan (4) Kelurahan Durian II. Wilayah ini dilengkapi dengan 26 dusun, 13 RW dan 32 RT.

Wilayah Desa Balai Batu Sandaran, luasnya 12,95 km². Terdiri dari 3 dusun. Tiga dusun itu: (1) Dusun Baringin, (2) Dusun Gunung dan (3) Dusun Air Gantang. Penduduknya berjumlah 764 jiwa.

Orbitasi Kecamatan Barangin yang di dalamnya terdapat Nagari Kajai, secara geografi berada pada posisi 100,47° BT dan 0,46° LS. Derahnya dataran tinggi ± 261-650 m dari permukaan laut. Perbatasannya di antara dua sungai: (1) Batang Malakutan dan (2) Batang Sumpahan.

Perspektif Adat,  Asal Usul dan Toponimi
Hebatnya Kecamatan Barangin yang di dalamnya Nagari Kajai,  dalam perspektif adat mempunyai 4 organisasi adat di Nagari yakni: (1) Kerapatan Adat Nagari (KAN) Lumindai, (2) KAN Kajai, (3) KAN Talago Gunung dan (4) KAN Kolok.

Asal usul ninik Nagari Kajai datang dari Pariangan. Sampai di wilayah ninik pangulu dt nan 9 rapat di Batu Sandaran. Memutuskan pemberian nama Nagari Kajai.

Toponimi Kajai berasal dari dua pembahasaan: (1) peristiwa “kaja-kajai” kuda liar Bukit Dan (2) alam,  nama tumbuhan batang kayu besar “kajai” jenis pohon baringin berdaun lebar.

Ceritanya peristiwa kaja-kajai kuda, dikisahkan Ali Amran Sutan Cahayo,  cucu kamanakan 37 tahun juga oleh Dt.Gindo Rajo. Ceritanya, Dt. Rajo Lelo penghulu suku Caniago,  punya 3 ekor kuda. Tinggal di Koto Tingga, di Dusun Gunung. Kudanya itu lepas dari pautan dan menjadi liar. Ditangkap,  diikat lepas juga. Kuda itu manggalanja dan manggaduah, memakan tanaman masyarakat. Di halau dikejar, lari dan hilang. Ditemukan seseorang dikabarkan ke yang punya. Dilhat,  kuda pun lari, sampai “tagolek” (tergeletak) tempat itu bernama Kampuang Tagolek. Akhirnya masuk gua, yang punya menyaru dan disumpahi, menjadi batu. Gua itu di kaki Bukit Hutan Batu Tarogung ynG berbatu karang laut,  menandai nagari ini dulunya laut juga.

Jejak batu kuda itu ada di Selatan Masjid Nagari Nurul Hidayah. Menjadi bagian objek wisata nagari. Dari peristiwa kaja-kajai itu menjadi “Kajai” dan nagari ini disepakati namanya Nagari Kajai.

Cerita Kayu Gadang. Batangnya besar, kokoh dan rindang. Membuktikan kekokohan kayu itu dipanjat datuk dari Nagari Kubang. Dihonggo (digoncang,  digoyang) disebut “honggo kubang” kayu tak baroyak (bergoyang)  saking kokohnya. Kayu itu ditakiak (ditoreh) bergetah. Getah seperti kajai (karet) yang elastis. Dari getah Batang kajai itu,  disepakati nama nagari dengan Nagari Kajai.

Kesepakatan, diputuskan sebagai mufakat dari musyawarah Dt Nan 9 di Balai Batu Sandaran. Kesembilan Datuak itu tak dikenal lagi kerena tak ditemukan tambo.

Sebagai Nagari dalam perspektif adat,  mempunyai suku. Suku dipimpin pengulu.  Struktur dilengkapi urang nan barampek: Imam, Katik, Bila dan Qadhi. Mereka sebagai orang di muka,  masih memegang kendali penyelenggaraan 10 surau dan 1 masjid Nurul Hidayah. Sebagai masyarakat Islam,  erpenfaruh Tarekat Satari. Guru yang disebut berpengaruh dua Tuanku: Angku Taluk Bukttinggi danl Angku Salih dari Pariaman.

Pengimplementasi ABS SBK
Tim Penilai Nagari Kajai diturunkan Pemrov – Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat. Turun ke Nagari Kajai, Senen 16 Desember 2024. Mereka dari unsur tungku tigo sajarangan: (1) cadik pandai – intelektual akademisi ialah Prof. Dr. Nursyirwan Effendi, Dr. Hasanudin Yunus Dt. Tan Patiah, MSi; (2) unsur ulama: Buya Dr. Gusrizal Gazahar Dt. Palimo Basa, Buya Mas’ud Abidin Jabbar dan Unsur adat: Prof. Dr. Rudha Thaib dan YY Dt. Rajo Bagindo. Tim Didampingi Kepala Dinas Kebudayaan Dr. Jefrinal Arifin, SH, MSi diwakili  beberapa staf Disbud Provinsi Sumatera Barat  Nofrizon, Erna,  Robi dan Riki lainnya

Aspek yang dinilai pada Nagari Kajai sebagai nagari pengimplementasi ABS SBK ada 8 perspektif adat “undang nagari” dan “undang dalam nagari”. Delapan perspektif itu: (1) Bakorong bakampuang, (2) Basuku banagari, (3) Balabuah batupian, (4) Basawah ba ladang, (5) Babalai bamusajik, (6) Bahuma babendang, (7) Bahalaman bapamedanan, (8) Bapandam bapakuburan/ bapusaro.

Pernilaian Nagari Kajai dilakukan di Balai-balai Kantor Kantor KAN  Kajai.  Sistemnya dengan cara duduk bersama temu wicara bercorak sarasehan. Diskusi, tanya berjawab intens tetapi santai dan hangat selama 5 jam. “Dengar curai papar” tentang Nagari Kajai tidak saja sifatnya di lahir menilai tetapi di batinnya adalah edukasi dan motivasi bagi kemajuan Nagari ke depan. Pernilaian dan edukasi tidak terlepas dari 8 aspek pernilaian tentang prestasi capaiannya sampai kini dan kemajuan ke depan.

Nagari Resort
Nagari Kajai sebagai Resort,  mempunyai pusat pelayanan (Service Center),  Market Town (pusat belanja)  dan Regional Sentre. Memberikan makna kepada pengunjung datang ke nagari ini.

Service Center bidang pemerintahan terdapat Kantor Kepala Desa sekaligus berfungsi Walinagari. Karena Nagari Kajai ini satu nagari satu Desa Balai Batu Sandaran. Bidang adat terdapat Kantor KAN, melayani masyarakat hukum adat.

Bidang Pariwisata, Nagari Kajai memiliki kawasan 20 Ha Agroturism kebun Serai Wangi. sebagai bahan farfum. Aspek kuliner makan bajamba dengan sambal adat “rendang bada badatiak”. Aspek situs,  ada Balaurong Adat Batu Sandaran, makam tuanku,  batu kudo lainnya. Batu kuda terdapat dalam terowongan, yang dari terowongan itu mengalir di bawah batu, melayani air minum mineral untuk masyarakat nagari.

Market Town, Nagari Kajai tidak jauh dari Kota Sawahlunto. Mereka bebelanja ke Kota di samping kedai pasar tradisional dan lapau lainnya.

Regionak center,  Nagari Kajai memilik tiga arah aset jalan sebagai tali ekonomi. Pertama jalan ke Kota Sawahlunto,  kedua lewat Nagari Kubang, dan ketiga tembus ke Silungkang. Meski medannya agak sulit, tetapi keunggulannya memiliki panorama alam lembah dan po pergunungan yang eksotik  jamil jidda, Indah benar.**

Bagikan:
Refleksi Akhir Tahun Yayasan Sako Anak Negeri
Bagikan:

Oleh Hasanuddin Hasanuddin

Taun 2023 alah ampia balalu. Mungkin ado babarapo kagiatan Yayasan Sako nan talipue dari liputan Sako.or.id nan cukuik strategis. Ado kagiatan nan sacaro tageh malibaikkan SAKO sacaro organisasi ado pulo kagiatan nan diikuiki dek fungsionaris SAKO sacaro urang paurang tapi sangaik pantiang untuk kamajuan SAKO apolai dalam ranko maujuikkan tujuan basamo SAKO.

Babarapo kagiatan nan malibaikkan SAKO sacaro organisatoris di antaronyo partamo “Seminar Rekonstruksi dan Revitalisasi Nilai dan Pranata Adat dalam Kesenian Ulu Ambek di Padang Pariaman” pado 11/11/2023 (dijanangi dek Afrianto Dt. Maninjun) jo kaduo “Seminar Duak Basamo Menggali dan Merevitalisasi Jejak Seni Berbasis Adat dan Praktik Baik Penyelenggaraan Permusyawaratan Perwakilan Menuju Mufakat demi Perdamaian Adat” yang pernah terjadi zaman dahulu pada Subkultur 4 Koto: Nagari Pangian, Nagari Buo, Nagari Taluk, dan Nagari Tigo Jangko di Lintau Buo pado 04/12/2023 (dijanangi dek Bambang Suprianto Dt. Parpatih). Kaduo kagiatan ko sangaik elok sabagai ujuik nyato kahadiran SAKO di tangah masyarakaik. Kaduo kagiatan di ateh baru mulo, nan kataruihannyo paralu kito tingkekkan di taun nan ka datang.

Di sampiang itu, ado babarapo kagiatan nan malibaikkan fungsionaris Yayasan Sako Anak Negeri, takusus nan dikarajoan dek Ketua Badan Pembina (Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo), Ketua Pengawas (Gayatri Gani Dt. Parpatih), Ketua Umum (Hanafi Zein Sutan Bagindo), Sekretaris Umum (Hasanuddin Dt. Tan Patih), dan nan lain. Kagiatan-kagiatan tun barupo rapek, seminar, bimtek, lokakarya, palatihan, dan bantuak lainnyo. Kasaratoan fungsionaris SAKO disitu bisa sabagai tim ahli, narasumber, fasilitator, juri, atau pasarato sajo. Mungkin bantuak-bantuaknyo saolah-olah kagiatan pasaurangan, tapi sado itu punyo makna sacaro langsuang atau indak lansuang untuak kabaradoan SAKO di kudian ari.

Babarapo kagiatan nantun adolah (1) Inventarisasi Objek Pamajuan Kebudayaan basamo Dinas Kabudayaan Provinsi Sumatera Barat (Tim Ahli dari SAKO: Dr. Hasanuddin Dt. Tan Patih jo Pramono, Ph.D), (2) Panilaian Nagari Mubarokah (Madani ba ABS-SBK) juo basamo Dinas Kabudayaan Provinsi Sumatera Barat (Tim Ahli dari SAKO: Dr. Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo jo Dr. Hasanuddin Dt. Tan Patih), (3) Panyusunan Kurikulum Muatan Lokal Bahasa dan Sastra Minangkabau Kabupaten Agam, Kabupaten Darmasraya, jo Kabupaten Solok Selatan (Tim Ahli: Dr. Hasanuddin Dt. Tan Patih jo Dr. Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo), (4) Bimbingan Teknis/ Penguatan ABS-SBK bagi Ninik Mamak/ Perangkat Nagari/ Bundo Kanduang (Kabupaten Sijunjung, Dharmasraya, Solok Selatan, sarato nan lainnyo) (Narasumber: Dr. Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo jo Dr. Hasanuddin Dt. Tan Patih), (5) Kagiatan nan bakaik jo palinduangan naskah kuno Minangkabau (Tim Ahli: Pramono, Ph.D).

Masih banyak nan lain nan alun tahimpun, bantuak nan dikarajokan dek Wakie Ketua (Prof. B. A. Dt. Bunsu, Dr. Feri Arlius Dt. Sipado, jo A.R. Piliang Malin Marajo); Dr. Firman Syakri; Hasri Fendi, MA; Bundo Kanduang SAKO, sarato nan lainnyo nan indak tasabuikkan disiko. Ka muko, kagiatan-kagiatan nan tun paralu kito tingkekkan, tarutamo nan basipaik organisatoris, supayo kabaradoan SAKO batambah lakek di hati masyarakaik dan kamanfaatannyo bagi kamaslahatan umat makin dirasokan. Jo itu Kito basasamo mamohon karidhoan dari Allah Swt. Insya Allah***

Bagikan: