Tabedo – Bagian 7
Bagikan:

Oleh: Phillar Mamara

Pukul sembilan kurang lima belas menit Vitlan muncul.

“Assalamu’alaikum,” sapanya.
“Wa’alaikum salam,” jawab Mak.
“Dari mana saja Waang, lihat siapa tuh (sambil menunjuk ketiga gadis) sudah dari sore tadi menunggu Waang,” kata Mak.

Vitlan menujukan pandangannya ke ketiga gadis itu dan seketika darahnya berdegup kencang begitu ia beradu pandang dengan Icha. Beberapa saat Vitlan terpaku di tempat ia berdiri,
“Hei, kok bingung saja, sana temui mereka,” sergah Mak sembari menepuk bahu Vitlan.

Ia tersentak, dan mencoba tersenyum seraya berjalan ke meja di mana ketiga gadis itu duduk. Icha balas tersenyum. Vitlan menyalami satu persatu dari mereka, dan duduk di kursi kosong di depan Icha.

“Sudah lama,” sapa Vitlan kepada ketiga gadis itu.
“Sudah dari sore, Bang,” jawab Cicik.
Sambil melirik jam tangannya,
“Kalian sudah makan?” tanya Vitlan.
“Belum, tadi Mak suruh makan, mereka tidak mau. Katanya nanti saja sama-sama denganmu,” potong Mak.
“Kalau begitu kita makan nasi goreng saja ya! biar Abang bikinkan dulu,” timpal Vitlan seraya berjalan ke steling.

Tangan Vitlan bergerak mengambil satu persatu bumbu-bumbu yang diperlukan untuk membuat nasi goreng. Minyak dalam penggorengan telah panas, satu persatu telor diambil dan dengan sebelah tangan ia tetakkan di bibir kuali, kemudian dijatuhkan ke dalam minyak panas , diberi sedikit garam halus, kemudian diangkat. 4 buah telor mata sapi sudah siap di goreng. Selanjutnya ricisan bawang dimasukkan ke dalam kuali. Setelah gorengan mengeluarkan aroma bawang goreng, bumbu lain satu persatu ia masukan. Setelah merasa pas, nasi dimasukkan.

Tangan Vitlan bergerak dengan lincah bagaikan gerakan tari serampang dua belas di dalam kuali. Tidak lebih dari sepuluh menit makanan telah siap untuk dihidangkan. Dengan sekali angkat ke empat piring nasi goreng tersebut segera terhidang di meja makan.

“Silakan,” ajak Vitlan, seraya duduk.
“Ayok, Buk, mari makan,” ajak ketiga gadis pada Mak.
“Silakan Nak,” balas Mak.

Berempat mereka makan, dan terlihat Icha makan dengan lahapnya sampai keringat keluar dari wajahnya. Berkali-kali Icha melap wajahnya dengan sapu tangan. Sekali-sekali ia melirik ke depannya dan mereka beradu pandang, tersenyum kemudian sama-sama tertunduk. Berbagai macam perasaan berkecamuk di dada keduanya.

”Masakan bang Vitlan enak ya,” Cicik memecah keheningan.
“Iya enak sekali,” timpal Icha.
“Enak apa enak?” goda Raudah, sambil mengerlingkan mata.
“Memang enak kok,” jawab Icha.
Dipuji demikian Vitlan hanya senyum.
“Benar kok Bang, buktinya nih habis semua”, sambung Raudah.
“Ia Bang, Icha biasanya makan cuma sepiring kecil. Tapi barusan sepiring besar, habis,” sambung Icha.
“Yang masaknya siapa?” timpal Cicik genit.

Wajah Icha tambah merah. Tulang kering Cicik ditendangnya. Tapi Cicik sudah lebih dulu mengalihkan kakinya,
“Eeeh tak kena,” ejek Cicik setengah berbisik.

Vitlan hanya senyum memandangi tingkah ketiga gadis itu.
Tangan Icha mulai mengumpulkan piring bekas makan, tapi,
“Biar nanti saja,” cegah Vitlan.
“Tak apa-apalah bang, biar tak semak kelihatan mejanya,” tampik Icha sembari tangannya terus bergerak mengumpulkan piring di atas meja, lalu mengangkatnya ke tempat cuci piring.
“Biar nanti saja dicuci, Nak,” cegah Mak ketika melihat Icha akan mencuci piring-piring bekas makan mereka.
“Tak apalah Buk,” balas Icha.
Mak mendatanginya.
“Sudah kamu duduk saja,” sambung Mak, sambil menggiring Icha kembali ke tempat semula. Icha duduk kembali. Mak kembali ke tempat duduknya semula.

Vitlan menyalakan rokok. Asap mengepul keluar dari rongga mulutnya, bergulung-gulung, berputar-putar naik ke udara, sebagaimana pikirannya saat itu, yang juga bergulung-gulung, tidak menentu sebagaimana kepulan asap rokonya di udara. Ia tidak tahu apa yang akan diperka-takannya. Sedikit pun ia tidak menyangka akan kedatangan ketiga gadis itu. Vitlan menyulut lagi rokoknya dalam-dalam dan menghembuskan asapnya ke udara, berulang dan berulang, sampai…
“Bang Alan, Abang kok tak mau datang lagi ke rumah,” Cicik memecah keheningan.
“O ya, belum sempat,” jawab Vitlan gugup.
“Belum sempat, atau tidak sempat,” balas Cicik menyelidik.
“Ndak ah, cuma belum sempat saja. Banyak kerjaan,” jawab Vitlan, sekenanya.
“Ibuk Abang bilang, Abang memang tidak mau datang ke rumah cewek, kenapa Bang ?” desak Cicik.
“Ndak ah, Mak abang itu mengada-ada sajanya itu,” tampik Vitlan sembari melirik pada Mak.
“Kenyataannya memang begitu kan,” sela Cicik.
“Ndak ndak ndak, ndak begitu kok. Benar, abang lagi banyak kerjaan,” bela Vitlan gelagapan.
“Buktinya Abang tak mau datang ke rumah kami, padahal ada yang nunggu lho,” sambung Cicik sembari melirik Icha.

bersambung

Bagikan:
Hidup Sehat ala Rasulullah SAW (4)
Bagikan:

0leh: AR Piliang

Mencuci Tangan Selesai Makan

Keharusan mencuci tangan tidak saja dilakukan sebelum seseorang mengerjakan suatu pekerjaan, akan tetapi mesti dilakukan juga setelah selesai mengerjakan pekerjaan tersebut, khususnya setelah selesai makan.

Ketika seseorang makan (terutama memakan makanan yang basah, dan atau yang berkuah dan berlemak) dengan menggunakan tangan, maka di jari dan di selaselanya akan lengket sisa-sisa makanan, kuah, dan lemak.
Beberapa kemungkinan buruk dapat terjadi bila setelah makan, tangan tidak dicuci sama sekali atau dicuci seadanya atau hanya dilap saja kemudian pegi tidur, antara lain:

Tangan yang ada sisa-sisa makan yang lengket padanya atau setidak-tidaknya masih tersisa aroma makanan akan mengundang binatang pengerat dan serangga untuk menggigitnya. Bila ini terjadi, tentu saja akan membawa akibat buruk seperti luka dan bengkak karena gigitan dan bisa serangga.

Bagi yang punya kegemaran mengisap-isap jemari ketika tidur, ia secara reflex akan memasukkan tangannya ke mulutnya. Sisa-sisa makanan yang lengket di jemarinya dan telah kering dengan sendirinya, dan kemungkinan telah pula basi dan terkontaminasi debu, kuman dan bakteri, akan dengan sendirinya masuk ke dalam perutnya. Kondisi seperti ini bisa menimbulkan sakit perut dan masalah kesehatan lainnya.

Bila sisa-sisa makanan yang lengket di jemari itu bahan yang mengandung efek ekstrim seperti cabai, lada dan jahe, maka bila jemari itu menyentuh bagian tubuh yang sensitif, ketika menggarut dan atau mengusap akan membuat bagian sensitif itu akan cidera, perih bahkan luka.

Sebagai antisipasi agar tidak terjadi hal di atas, maka Rasulullah SAW menganjurkan sangat untuk mencuci tangan setelah makan.
عن أبى هريرة قال: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ نَامَ وَفِى يَدِهِ غَمَرٌ وَلَمْ يَغْسِلْهُ، فَأَصاَبَهُ شَيْءٌ فَلاَ َلُوْمَنَّ إَلاَّ نَفْسَهُ (رواه أبوداود)
Dari Abu Hurairah r.a., katanya; Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang tidur, sementara di tangannya masih ada sisa makanan dan dia tidak mencucinya, lalu dia ditimpa musibah, maka janganlah dia mengumpat kecuali kepada dirinya sendiri.

Mencuci Tangan Merupakan Cara yang Paling Efektif Mencegah Penyakit

Beberapa jenis oenyakit sangat akrab dengan kehidupan manusia seperti: diare, sakit perut, disentri, cacingan, batuk, gatal-gatal, demam berdarah, malaria, muntaber dan lain-lain. Penyakit-penyakit ini biasa dikenal dengan sebutan penyakit berbasis lingkungan. Disebut berbasis lingkungan karena penyakit-penyakit ini berkaitan erat dengan kondisi kebersihan dan kesehatan lingkungan.

Diare merupakan penyakit yang paling banyak diderita dan menimbulkan kematian pada anak-anak dan balita. Penyakit diare umumnya berasal dari/ditimbulkan oleh tangan anak yang kotor/tidak bersih setelah anak memegang berbagai benda ketika bermain dan kegiatan lainnya, kemudian langsung memegang makanan tanpa mencucinya terlebih dahulu.

Mencuci tangan adalah cara yang paling efektif dalam mencegah berbagai penyakit yang disebutkan di atas. Dengan mencuci tangan, kuman, bakteri, cacing, virus dan protozoa akan hanyut bersama air pencuci tangan.

Berkumur-Kumur

Berkumur-kumur merupakan bagian dari perilaku hidup bersih dan sehat. Berkumur-kumur adalah satu kegiatan dengan cara memasukkan air ke dalam mulut, kemudian menggon-cang-guncangkannya di dalam mulut. Kegiatan ini dilakukan untuk mengeluarkan dan membu-ang sisa-sisa makanan yang tertinggal di sela-sela gigi, bakteri dan kuman yang bersarang di rongga mulut (terutama selama tidur).

Kegiatan berkumur-kumur ini dilakukan berulang sampai tiga kali, dengan harapan rongga mulut seseorang akan bersih dan bebas dari bakteri dan kuman. Selain untuk membersihkan mu-lut dari baktri dan kuman, berkumur-kumur juga dapat mengurangi bau yang tidak sedap yang keluar dari mulut.

Kegiatan berkumur-kumur ini juga dianjurkan untuk dilakukan setiap kali seseorang akan berwudhuk.

عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، فِى صِفَةِ الوُضُوءِ، ثُمَ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثَلاَثًا يُمَضْمِضُ وَيَنْثـُرُ مِنَ الكَفِّ الَّذِي يَأ خُذُ مِنْهُ المَاءَ (روه أبوداود والنساءي)

Dari Ali r.a. tentang sifat wudhuk; Kemudian Nabi SAW berkumur-kumur dan membersihkan hidung tiga kali. Beliau berkumur-kumur dan membersihkan hidung itu dari tangannya yang digunakan untuk mengambil air.

عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ زَيْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، فِى صِفَةِ الوُضُوءِ، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفِّ وَاحِدٍ يَفْعَلُ ذٰلِكَ ثَلاَثًا (متّفق عليه)

Dari Abdullah bin Zaid r.a. tentang sifat wudhuk; Kemudian Nabi SAW memasukkan tangannya, lalu berkumur-kumur dan mengisap air ke hidung dari satu tangan; (Beliau) berbuat demikian tiga kali.

Menghirup Air Dengan Hidung

Manusia bernafas selama 24 jam penuh setiap hari. Maka selama itu pula ia akan menghi-rup udara, mulai dari udara bersih dan segar, sampai udara yang dipenuhi oleh berbagai kotoran, debu, asap, dan partikel lainnya yang beterbangan di udara, yang mengandung bermacam-macam bakteri dan kuman. Sebahagian dari kotoran, debu, asap dan partikel lainnya itu akan tinggal dan menempel di rongga hidung.

Memasukkan air ke hidung (menghirup) merupakan cara efektif untuk mengeluarkan sega-la macam kotoran, bakteri dan kuman yang berada di rongga hidung tersebut. Cara memasukkan air ke hidung adalah dengan cara mengambil air dengan tangan, kemudian menempel kannya ke hidung, dan seterusnya menghirup air tersebut dengan hidung, hingga terasa denyutnya di kepala kemudian membuangnya keluar.

Guna memastikan bahwa rongga hidung sudah bebas dari kotoran, maka kegiatan menghi-sap air dengan hidung ini dapat dilakukan secara berulang-ulang hingga tiga kali pada setiap ke-sempatan.

Selain untuk membuang kotoran, kuman dan bakteri, kegiatan menghisap air ke hidung ini, dapat meringankan gangguan demam dan influenza. Bahkan menurut penelitian para ahli, dapat menyembuhkan beberapa penyakit, seperti: Sinusitis dan sakit kepala sebelah atau migrant.

عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، فِى صِفَةِ الوُضُوءِ، ثُمَ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثَلاَثًا يُمَضْمِضُ وَيَنْثـُرُ مِنَ الكَفِّ الَّذِي يَأ خُذُ مِنْهُ المَاءَ (روه أبوداود والنساءي)

Dari Ali r.a. tentang sifat wudhuk; Kemudian Nabi SAW berkumur-kumur dan membersihkan hidung tiga kali. Beliau berkumur-kumur dan membersihkan hidung itu dari tangannya yang digunakan untuk mengambil air.

عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ زَيْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، فِى صِفَةِ الوُضُوءِ، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفِّ وَاحِدٍ يَفْعَلُ ذٰلِكَ ثَلاَثًا (متّفق عليه)

Dari Abdullah bin Zaid r.a. tentang sifat wudhuk; Kemudian Nabi SAW memasukkan tangannya, lalu ber-kumur-kumur dan mengisap air ke hidung dari satu ta-ngan; (Beliau) berbuat demikian tiga kali.

Gosok Gigi

Aktifitas makan dan minum, akan menyisakan sisa-sisa makanan dan minuman di dalam mulut dan lengket di gigi, terutama di sela-sela gigi. Dalam rentang waktu tertentu, sisa-sisa ma-kanan dan minuman yang lengket tersebut akan hancur dan membusuk, yang secara otomatis akan mendatangkan kuman dan bakteri, serta bau busuk.

Menggosok gigi, sebagaimana yang dianjurkan Rasulullah SAW, merupakan sebuah upaya efektif untuk menyikat dan menghilangkan kotoran dan bakteri yang terdapat dan lengket di per-mukaan dan sela-sela gigi. Bersih mulut dan bersih gigi akan membuat mulut dan nafas seseo-rang menjadi sehat dan segar serta terbebas dari bau tak sedap.

Begitu pentingnya menggosok gigi ini, sampai-sampai Rasulullah SAW menganjurkan (bila saja tidak memberatkan) agar seseorang menggosok giginya setiap kali akan melaksanakan shalat.

عَنَْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَاللهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولُ اللهُ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ؛ لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلٰى أُمَّتِى لأَمَرْ تُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ وُضُوءٍ (رواه مالك وأحمد والنّسائي)

Dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah SAW, bahwasanya beliau pernah bersabda; Sekiranya tidak akan memberatkan bagi ummatku, niscaya aku perintahkan mereka menggosok gigi tiap-tiap berwudhuk.

”.

Semoga bermanfaat

Bagikan:
Hidup Sehat Ala Rasulullah SAW (2)
Bagikan:

Oleh: AR Piliang

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam Konsep Islam

Mukaddimah

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup bagi manusia. Pedoman yang mengatur seluruh sisi kehidupan manusia, mulai dari hal yang paling kecil dan dianggap sepele, hingga hal yang paling besar dan memerlukan keberanian untuk melaksanakannya. Shalawat beriring salam tertuju kepada Muhammad Rasulullah SAW, yang telah memberikan tuntunan dan contoh bagaimana melaksanakan ajaran yang telah diturunkan Allah SWT, dengan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dengan mudah dapat ditiru dan dilaksanakan dalam kehidupan nyata.
Salah satu dari keseluruhan aturan tersebut adalah pengaturan bagaimana setiap diri dapat menjalani hidup bersih dan sehat dengan sebaik-baiknya. Perilaku hidup bersih dan sehat meru-pakan suatu tatanan perilaku yang meliputi cara berpikir dan bertindak bagaimana melaksanakan hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku seperti ini tidak saja tertuju kepada kehidupan pribadi orang perorang, akan tetapi juga bagi kepentingan hidup bersama di dalam masyarakat.
Hidup bersih dan sehat merupakan idaman semua orang. Hanya saja tidak semua orang mengetahui dan memahaminya, untuk apa berperilaku hidup bersih dan sehat, mana saja perilaku hidup bersih dan sehat, di mana saja harus berperilaku hidup bersih dan sehat, serta bagaimana cara melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Islam memandang perilaku hidup bersih dan sehat, merupakan bagian penting yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari manusia. Mencuci tangan, berkumur-kumur, menggo-sok gigi, membersihkan lubang hidung, berwudhuk, mandi, berpakaian, makan dan minum, dan beribadah, merupakan kegiatan harian yang senantiasa bersentuhan dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Menggunting/ memangkas rambut, menggunting kumis, merapikan jenggot, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, merupakan kegiatan berkala yang dianjurkan untuk menjaga hidup bersih dan sehat.
Aktifitas pergaulan suami isteri pun tidak lepas dari aturan hidup bersih dan sehat. Begitu pula halnya dengan keharusan membersihkan rumah, halaman dan lingkungan sekitar. Bahkan kegiatan yang bersentuhan dengan kehidupan sosial kemasyarakatan, seperti anjuran menjaga kebersihan rumah ibadah, tempat berkumpul orang, jalan raya, tempat-tempat berteduh, tempat-tempat mengambil air, tempat-tempat air mengalir, semua itu tidak lepas dari nilai-nilai perilaku hidup bersih dan sehat.
لاَ تَقُمْ فِيهِ أَبَداً لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُواْ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ (التّوبة:١٠٨)
Janganlah kamu shalat dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang di-dirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalam mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguh-nya Allah menyukai orang-orang yang bersih (QS. 9:108).

Kesehatan Itu Bahagian Dari Iman

عن أبى مالك الأشعرىّ قال: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الطُّهُوْرُ ضَطْرُ الإِيْمَانِ (رواه مسلم)
Dari Abu Malik al-Asy’ari, katanya: Bersabda Rasulullahi SAW: Kebersihan itu Bahagian dari iman.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ: حَدَّثَنَا أَبُوْ عَامِرِ العَقَدِيُّ حَدَّثَاَ خَالِدُ بْنُ إِلْيَاسَ، عَنْ صَالِحِ بْنِ أَبِي حَسَّانَ، قَالَ: سَمِعْتُ سَعِيْدَ بْنَ المُسَيَّبِ يَقُوْلُ: إِنَّ اللهَ طَيِّبِ يُحِبُّ الطَّيِّبَ، نَظِيْفٌ يُحِبُّ النَّظَافَةَ،كَرِيْمٌ يُحِبُّ الكَرَمَ، جَوَادٌ يُحِبُّ الجُوْدَ (رواه التّرمذى)
Muhammad bin Basyar menceritakan kepada kami, Abu Amir Al-Aqadi menceritakan ke-pada kami, Khalid bin Ilyas menceritakan kepada kami, dari Shalih bin Abi Hassan, ia berkata; Aku mendengar Said bin Al-Musayyab berkata: Sesungguhnya Allah itu baik dan mencintai ke-baikan, bersih dan mencintai kebersihan, mulia dan mencintai kemuliaan, dermawan dan men-cintai kedermawanan.
Secara konsepsi, ajaran Islam identik dengan hidup bersih dan sehat. Seluruh aktifitas hi-dup seorang Muslim, mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi dipenuhi oleh tuntunan perilaku hidup bersih dan sehat.
Bersih adalah keadaan atau kondisi orang atau benda tidak bernoda, tidak berbercak, tidak berdebu, dan tidak berbau.
Sehat adalah akibat atau efek yang diperoleh secara langsung dari kebiasaan berperilaku bersih.
Perilaku hidup bersih dan sehat adalah di mana seseorang berada pada kondisi diri, tempat tinggal dan lingkungan yang bebas dari noda, bercak, debu, dan bau tersebut.
Muhammad Rasulullah SAW menyatakan dengan tegas bahwa hidup bersih itu bahagian dari keimanan seseorang Muslim. Artinya, tingkat keimanan seorang Muslim itu dapat dilihat, diukur dan dinilai dari perilaku hidupnya sehari-hari, apakah ia sudah menerapkan perilaku hi-dup bersih dan sehat, atau tidak.
Guna memastikannya, lihat saja penampilan pisik seseorang pada aktifitas kesehariannya:
Apakah giginya digosok setiap hari atau tidak,
Apakah rambutnya dipangkas secara teratur dan disisir rapi atau tidak,
Apakah janggutnya dirapikan atau dibiarkan awut-awutan,
Apakah pakaiannya bersih dan rapi, atau kumal,
Apakah aroma mulut dan tubuhnya segar atau bau,
Apakah tangan dan kakinya selalu tampak bersih dan kuku-kukunya dipotong atau tidak,
Apakah pakaiannya selalu diganti atau jarang,
Apakah rumah, halaman dan lingkungan tempat tinggalnya kelihatan bersih dan segar, bebas dari sampah, debu dan bau atau tidak,
dan lain sebagainya.

Seorang Muslim itu akan selalu terlihat bersih, rapi, dan segar, sehingga penampilannya menjadi menyenangkan, dan enak dipandang mata. Begitu juga dengan rumah dan lingkungan tempat tinggalnya, peralatan yang digunakannya, semua tampak bersih dan sehat.
Bila digambarkan, maka “tampilan seorang muslim itu merupakan perpaduan antara kebersihan, kerapian, dan keindahan”.

Semoga bermanfaat

Bagikan:
Tabedo – Bagian 6
Bagikan:

Oleh: Phillar Mamara

“Bukan Nak, ia bukan anak Ibu, tapi bagi Ibu ia sudah seperti anak sendiri. Dia sayang kali sama Ibu. Ibu tidak boleh jaga kedai kalau dia ada di sini. Dia selalu bilang ‘Istirahatlah Mak, biar Alan yang jaga kedai. Dia rajin, pintar, dan taat beribadah,’ lanjut mak.

“Sudah lama bang Alan tinggal di sini Buk?” tanya Cicik lagi.

“Sudah sejak tamat STM, kira-kira… sudah 6 tahun, 5… tahun… ya… 6 tahun lah,” Jawab Mak mengira-ngira.

“Sudah lama juga Buk ya,” timpal Raudah.

Adzan maghrib telah berkumandang,
“Kalian shalat,” tanya Mak.
“Ya Buk”, jawab mereka.
Mak memanggil anak laki-lakinya yang berumur 10 tahun.
“Herman, kakak-kakak ini mau shalat, tunjukan kamar mandi dan ambilkan sajadahnya ya nak,” kata Mak kepada anaknya.
“Yok Kak,” kata Herman kepada ketiga gadis tersebut seraya berjalan ke bagian dalam.

Selesai shalat maghrib mereka tidak langsung turun ke bawah, tapi duduk-duduk di atas sajadah dan melihat-lihat foto yang terpajang di dinding dan dalam album yang terletak di bagian bawah meja. Di situ banyak sekali foto-foto keluarga Mak dan juga foto-foto Vitlan. Icha memperhatikan satu demi satu foto-foto itu dengan seksama, terutama foto-foto Vitlan. Ia semakin kagum, hatinya semakin bergetar. Dalam hati ia berharap dapat memiliki Vitlan.

“Beruntunglah kau Cha, seandainya dapat menaklukkan hati pemuda tampan seperti bang Vitlan,” gurau Cicik pada Icha.
“Aduh,” jerit Cicik begitu merasakan cubitan bersarang di pinggangnya.
“Rasakan mulut usil,” geram Icha.
“Ala pura-pura, padahal dalam hati hmm …,” celetuk Raudah, sambil menjauh dari Icha.
“Yok kita turun,” sambung Raudah, sambil berjalan menuju tangga.
“Yok,” jawab Cicik sambil meletakkan kembali album-album foto ke bawah meja
“Awas nanti ya,” ancam Icha geram, sambil meletakkan album kembali ke tempat semula.
Sampai di tempat semula.
“Kalian makan di sini ya?” tawar Mak.
“Terima kasih Buk, nanti saja,” jawab Cicik.
“Oh ya, nanti sama-sama nak Alan maksudnya,” goda Mak.
“Iyalah Buk,” sela Raudah, sembari ekor matanya melirik Icha. Icha menggeram menatap Raudah.
“Yaa sudah, nak Icha ini kok diam saja dari tadi,” tanya Mak,
“Karena belum ketemu Buk,” jawab Cicik.
“Diam-diam makan dalam tuh Buk,” sela Raudah.
“Aduh,” jerit Raudah, begitu tulang keringnya berasa kena tendang benda keras.
“Oohh… pantas,” goda Mak lagi.
Wajah Icha memerah, dia menjadi salah tingkah.

Waktu sudah menunjukan pukul setengah sembilan malam. Orang yang mereka tunggu belum juga muncul. Icha semakin gelisah, Ia menjadi kian diam. Dalam hati ia berbisik
“Mungkinkah ia tidak akan pernah lagi melihat wajah Vitlan. Mungkinkah ia tidak akan dapat lagi betemu dengan orang yang telah merebut hatinya. Oohh … seandainya memang demikian …, entahlah. Besok ia sudah harus pulang ke kampung halamannya, dan entah kapan akan kembali lagi ke Medan.”
Ia semakin gelisah, badannya terasa panas dan sedikit berkeringat.
“Apa kalian masih ingin menunggu si Alan?” tanya Mak.
Icha terkesiap, dan secara spontan ia menjawab,
“Ia Buk, biar kami tunggu sampai jam Sembilan,”
Cicik dan Raudah terpelongoh, menatap wajah Icha seakan tidak percaya dengan apa yang mereka dengar barusan. Melihat Cicik dan Raudah memandanginya seperti itu, Icha semakin salah tingkah, dan ia menundukan wajahnya begitu sadar apa yang ia lakukan.
bersambung

Bagikan:
Tabedo – Bagian 5
Bagikan:

Oleh: Phillar Mamara

(Bagian 5)

Adzan shubuh telah berkumandang, Icha tersentak lalu memasukkan buku hariannya kembali ke dalam tas. Ia bergegas ke belakang, berwudhuk kemudian shalat di ruang shalat. Selesai berdoa Icha merebahkan diri di atas sajadah dan tertidur di sana hingga hangatnya sinar mentari pagi, yang masuk melalui jendela, menerpa tubuhnya. Ia membuka mata, bangun dan kembali ke kamar. Kedua sepupunya masih tergolek. Ia bangunkan keduanya, lalu keluar kamar. Di atas meja ruang tengah ia dapati selembar kertas bertuliskan pesan.
“Anak-anak, Ibu ke pajak, kerjakan pekerjaan kalian seperti biasa,”
Selesai mandi dan sarapan, ketiga gadis itu sudah sibuk kembali dengan pekerjaan mereka masing-masing. Mereka harus membantu ibu mereka mengelola usaha catering, karena mereka sudah tidak punya siapa-siapa lagi selain ibu yang sudah menjanda sejak ditinggal mati ayah mereka beberapa tahun yang lalu.

!!!

Hari-hari berlalu, tidak nampak perubahan pada sikap Vitlan. Ia melakukan aktifitas kesehariannya seperti biasa. Bangun shubuh lalu ke masjid, setelah itu jalan pagi, membantu Mak membuka dan merapikan kedai. Pergi kuliah, berorganisasi dan berteater, lalu pulang membantu jualan hingga tutup tengah malam.
Suatu sore, setelah kira-kira satu pekan kemudian, 3 orang gadis cantik mampir di depan kedai nasi Mak. Salah seorang dari mereka memberanikan diri bertanya.
“Assalamu’alaikum, Buk. Numpang tanya ya, apa di sini tempat tinggalnya bang Alan, maksudnya bang Vitlan?”
“Wa’aIaikumussalam, iya Nak, silakan masuk, kalian siapa?” Tanya Mak.
“Kami temannya bang Alan, Buk,” sembari memperkenalkan diri masing-masing.
“Bang Alannya ada Buk?” lanjut Cicik.
“Sebentar ya nak, silakan duduk,” balas Mak, lalu pergi ke belakang.
Sementara mereka bertiga duduk di kursi meja makan yang ada di depan steling makanan. Sejenak kemudian Mak muncul dengan membawa baki berisi tiga gelas teh manis, dan meletakkan di depan ketiga tamunya.
“Silakan diminum Nak,” kata Mak dengan ramah.
“Terima kasih Buk, bang Alannya ada Buk?” tanya Cicik lagi.
“Oh… nak Alan jam segini masih di kampus Nak, kuliah,” jawab Mak.
Ketiga gadis itu tersentak dan saling pandang
“Jam berapa dia pulang Buk?” tanya Cicik lagi.
“Ndak tentu Nak, kadang cepat kadang lambat. Apalagi kalau dia pergi ke organisasi atau ke sanggar, maulah pulangnya agak malam, atau ndak pulang sama sekali,” jelas Mak.
Mendengar penuturan Mak, ketiga gadis tersebut saling berbisik.
“Jadi bagaimana?” tanya Cicik kepada kedua saudaranya.
“Aku terserah saja, kalau kau Cha bagaimana,” balas Raudah.
“Bagaimana ya?” jawab Icha penuh kegelisahan.
“Ya kaulah, kan kau yang ingin ketemu dengan bang Alan,” sela Cicik.
“Hmm, bila tidak ke mana-mana, biasanya jam berapa bang pulang kuliahnya Buk?” tanya Cicik.
“Biasanya kalau tidak ada kegiatan lain, jam segini dia sudah pulang, paling lambat pun jam delapan lah,” jawab Mak.
Naluri sebagai orang tua, Mak melihat kegusaran begitu nyata di wajah Icha.
“Kalau begitu kami tunggu saja, Buk,” tegas Cicik.
Seterusnya mereka berempat mulai terlibat pembicaraan yang akrab.
”Sudah lama kenal nak Alan?” tanya mak kepada mereka.
“Baru seminggu, Buk,” jawab Cicik.
“Hhmm, jadi kalian yang diantar Alan malam itu?” tanya mak.
“Iya Buk, kalau tak ada bang Alan waktu itu entah bagaimana jadinya nasib kami,” sambung Cicik.
“Anak itu memang suka menolong,” sambung Mak lagi.
“Kami berharap ia akan berkunjung lagi ke rumah, tapi setelah ditunggu-tunggu tak datang-datang, makanya kami datang ke sini,” jelas Cicik.
“Si Alan itu, payah. Jangan harap dia mau berkunjung ke rumah perempuan Nak,” sambung Mak.
“Kenapa Buk?” tanya Cicik penuh selidik.
“Entah, Ibuk juga ndak tahu,” jawab Mak.
“Kok bisa begitu Buk. Bang Alan itu, orangnya kan ganteng, Buk. Anak kuliahan lagi,” timpal Raudah ingin tahu.
“Itulah, setahu Ibu, sejak tinggal di sini, Alan itu tak pernah bergaul dekat dengan perempuan. Begitu banyak anak gadis di sekitar sini, dan juga teman-teman kuliahnya mencoba mencuri perhatiannya, tak satu pun ia ladeni. Anak orang kaya di seberang itu, nah itu dia (sambil menunjuk seorang gadis cantik di teras rumah besar di seberang jalan – Mereka serentak melihat ke seorang gadis di seberang jalan. Cicik berdecak, Raudah juga. Icha timbul rasa cemburunya). sejak lama tergila-gila sama dia. Anak itu akan belanja ke sini kalau dilihatnya si Alan yang jaga, dan dia tidak akan mau membeli makanan kalau bukan si Alan yang bikin. Tapi ya itu tadi, Si Alan itu tenang-tenang saja.” jelas Mak.
“Jadi, bang Alan itu bukan anak Ibuk,” selidik Cicik.

Padanan kata:
Pajak = pasar

bersambung

Bagikan: