SAKO’s Journey: Suayan Nagari Tua Dari Menhir ke Angku Syekh
Bagikan:

SAKO.OR.ID – Beberapa kali saya ke Suayan, dua kali terakhir, tanggal 1 dan 21-23 Oktober 2022, semakin banyak hal yang patut dicatat. Mangkal singgah nginap di rumah asa Suayan. Adalah Kampuang/ Suku Jambak Datuk Putiah (M. Damris). Suayan terkesan Nagari Tua di Akabuluru 50 Koto.

Sebelumnya, beberapa kali ke kaum suku Jambak Suayan di bawah payung Datuk Marajo Nan Elok (Fauzan). Bermula meminang kemenakannya bernama Ikha Hajriani, untuk jodoh anak saya Ilhami El-Yunusiy, disusul acara pernikahan dan pesta anak minantu di Suayan beberapa tahun lalu. Sekarang merka sudah punya buah hati Khalif dan Khulfa, cucuku.

Lesung batu suayan

Nagari Tua Suayan, malam terasa dingin. Enak makan samba lado biru dan atau merah. Uok pucuak ubi. Gulai masakan tangan piawai Ibu Mis dan Ibu Ros saudara perempuan beliau M. Damris Dt Putiah payung suku Jambak Suayan Tinggi. Elok baso, dusanak Dt. Putiah. Habis makan, durian berpuluh-puluh dibuka pula. Dimakan engan ketan. Tak kuat makan habis, sambal dibungkuskannya pula, di bawa bundo-bundo ke Padang. Alhamdulillah, semoga keluar nagari ini senantiasa diberi rahmat Allah.

Nagari Tua Ulama Angku Suayan

Suayan Nagari tua, auranya terasa. Tua dengan teknologi batu, megalitik. Banyak situs tua seperti menhir, batu asahan dan lesung batu. Batu istimewa itu yang lebih menonjol menhir disebut orang nagari ini dengan “mejan”. Sama maknanya (Arab: turbah, nisan). Berarti batu istimewa itu menandai makam orang betuah dulu, mungkin tokoh adat dan mungkin tokoh agama. Juga ditemukan juga cerita dan jejak surau tua ulama Tuk Oya, Angku Syekh Suayan.

Mejan versi Menhir Suayan tercabut dan tergeletak sekitar menjid Nurul Hidayah

Dimulai dari nama kharismatik Angku Suayan. Dikabarkan GG Dt. Parpatiah diiyakan MD Dt. Putiah, S.Katik Malano dan Bundo Yapriati. Rekanan piawai rombongan SAKO’s Journey, mengetahui ada nama besar Angku Syekh Suayan. Disebut pula abad ke18, Angku Syekh Suayan itu ialah guru dari guru dari Haji Sumaniak, Haji Miskin dan Haji Piobang. Juga disebut Bundo Yap, Tuk Oyah dalam jaringan Angku Lurah dan Rajo Kudum lainnya.

Bahkan GG Dt Parpatiah mengabarkan, di Nagari Suayan ini jauh sebelumnya suda ada tinggal, salah seorang angku/ spiritual penjaga Puti Balukih (Puti Bulkis istri Nabi Sulaiman). Kemudian juga ada nama Angku Syekh Suayan. Ulama itu dimungkinkan dari/ pandai berbahasa Arab. Dari sentuhan kabar lama ini, Mak Katik menghubungkan dengan sejarah nama Suayan. Serangkaian itu menyebut tiga wilayah penting asal usul sampai ke niniaknya. Wilayah itu Kampar, Andaleh, Pangka Bumi dalam wilayah kultur Luak Bungsu 50 Koto dan Luak Tuo Tanah Data. Perlu pemetaan untuk dijalani SAKO’s Journey.

Disebut Mak Katik nama Suayan, dari Bahasa Arab “Suayan, suaiyan (سويا)”. Menambah kekayaan asal nama Suayan dari informasi Suayan “kejutan ayam terbang suuu.. ayam, menjadi Suayan”. Dalam kalimat Arab, ada dalam ungkapan, intazhir suayan huna (انتظرسويا هنا). Artinya tunggu sejenak di sini. Suwaiyan, Sawayan, Suayan berarti penantian sejenak. Apakah penantian itu sejak masa Puti Balukis istri Nabi Sulaiman yang menjadi kaba di Minang itu? Wallahu a’lam bishshawab !

Mungkin pula Suayan dari kata akar Arab Qur’ani “shirathan sawiyan” (jalan lurus,mustaqim, QS.Maryam 43). Akar katanya saui (sawi, سوي mustawi مستوي , suai, lalu Suaian, Suayan?). Ada juga kalimat Arab, sawwa l-nahhat al-timtsal (سوي النحات التمثال) artinya para pemahat memahat patung. Ada juga kalimat akar kata sawwaituhu (سويته) artinya nafakhtu fihi min ruhi (ونفخت فيه من روحي), aku memberinya ruh (ada akar kata dalam Qur’an). Ada juga dari kata sawwa bihi l-ardhi (سوي به الارض) artinya dafanahu fiha (دفنه فيها) – telah menguburkannya di tanah ini. Apakah karena itu terdapat banyak mejan (menhir) hasil pahatan sebagai teknologi megalitik di Suayan? Mejan menandai yang berkubur di Suayan? Entahlah! Wallahu A’lam bishshawab

Terlepas dari benar atau tidak kabar tentang tokoh spiritual dan ulama tua Angku Syekh di Suayan tadi dan berkaitan dengan akar kata Suayan, yang jelas sudah ada sejarah ulama dikawasan ini. Adalah fenomena perjuangan ulama menyebarkan ajaran Islam di kawasan Batuhampar dan atau sekitar Akabiluru, yang tidak bisa dilepaskan dari Nagari Suayan. Ulama itu Syekh Burhanuddin Kuntu, Kampar pada abad ke 12.

Mejan versi menhir Suayan randah

Disejarahkan dan dilansir pada berbagai buku sejarah dan wacana teks cetak dan media online lainnya, bahwa Syekh Burhanuddin selalu berpindah-pindah dalam mengajar dalam rangka mengembangkan ajaran Islam. Syekh memulai pertama mengajar dari Batu Hampar, Akabiluru tak dapat dipungkiri sampai ke Suayan. Di kawasan Batuhampar ini tahun 560 – 570 H (1141 – 1151 M). Dari Batu Hampar ke Kumpulan Pasaman (570 s/d 575H/1151 s/d 1156 M). terus ke Ulakan Pariaman (1156 – 1171 M). Setelah itu ke Kuntu sampai akhir hayatnya tahun 1171 – 1191 M.

Pertanyaan penting berpeluang penelitian, kenapa Syekh Burhanuddin Kuntu memulai mengajarkan Islam di Batu Hampar kawasan dekat Suayan ini? Kalau tak ada berada tak tempua bersarang rendah. Apa ada hubungan sejarah ulama Suayan Angku Syekh Suayan tua dan sejarah ulama tua Tuk Oyah di sana sampai ke Batu Hampar? Apakah Syekh Burhanuddin Kuntu juga pernah belajar agama di Batu Hampar, Suayan dan atau Akabiluru umumnya, lalu ia mengajar agama mulai di kawasan dekat Suayan ini? Menarik akademisi menelitinya.

Surau Lubuk Sosai Suayan

Disebut Kawasan Sosai tak jauh dari aliran sungai, di situ dulu Surau Angku Suayan. Apakah di sini sentra pengajaran Islam awal di Akabiluru? Surau ini mempunyai Tabuah (Beduk) panjangnya sebatang kayu 30 meter. Lokasi sekitar kebun pinang Fikri suku Caniago sekarang. Ada tanda di sini yakni Batu Tandinai. Tak jauh dari sini ada pula surau suluk tarekat naqsyabandi. Pernah dipimpin angku Imam Keramat.

Surau di Sosai runtuh masih ada jejak sejarah bekas pondasi. Pindah ke lokasi Surau Gadang yang kemudian jadi masjid. Waktu APRI, pernah dibombardir, surau ini tak bergeming, seperti tahan peluru. Lama masanya, lokasi dipindahkan ke Masjid Raya Suayan Tinggi, terkesan punya arsitektur khas juga.

Lalu Tabuah teknologi kayu pusako Surau Sonsai sepanjang 30 meter tadi itu dipotong tiga. Pangkalnya dipakai tabuah di Masjid Raya. Potongan tengah dipakai tabuah masjid Nurul Hidayah. Ujungnya dipakai tabuah di Masjid Taqwa Suayan Sariak. Dulu ketika tabuah Sonsai berbunyi, terdengar sampai ke Taram. Masyarakat Taram berucap: tuh tabuah Suayan berbunyi!

Negeri Banyak Mejan versi Menhir

Sebagai Nagari tua, Suayan punya banyak situs mejan versi menhir. Masyarakatnya tidak kenal menhir, disebutnya mejan. Apakah mungkin mejan itu makam tokoh adat dan agama? Pertanyaan ini berkaitan dengan asal nama Suayan tadi. Akar “kata sawwa bihi l-ardhi (سوي به الارض) artinya dafanahu fiha (دفنه فيها) – telah menguburkannya di tanah ini. Lalu untuk menandainya ada menhir teknologi mejan kubur atau turbah (penandai tanah kubur). Apakah teknologi mejan zaman batu itu, menhir yang berakar dari kalimat Arab, sawwa l-nahhat al-timtsal (سوي النحات التمثال) artinya para pemahat memahat patung? Patung itu mejan versi menhir itu?

Terlepas dari benar atau tidak yang jelas menhir itu cukup banyak di Suayan disebut oleh masyarakatnya sebagai mejan. Di antaranya:


1.Mejan tinggi sekitar setengah meter di depan rumah ibu Lis Suayan Tinggi
2.Mejan tinggi sekitar 5 meter di depan rumah ibu Er, kata Edi (60) lokasi lahan suku caniago payung Datuk Parpatiah Lego.
3.Mejan di Parak Er, setinggi 2,5 meter. Diperkirakan satu kesatuan dalam peta segi tiga lokasi mejan depan rumah ibu Lis dan ibu Er dan di Parak Er.
4.Mejan tinggi sekitar 4,5 meter dikelilingi banyak mejan kecil dan sedang. Kata Edi tertanam di lahan suku Caniago payung Datuak Paduko Rajo. Dahulu tempat perkumpulan tradisi alek “batuka lapek” (bertukar kue lapek) untuk menunjukkan kekeramatan masing-masing perserta pesta tradisi itu. Habis itu disediakan kolam mandi yang dipasang talang runcing, semua mencebur kesana tak ada yang terluka, sebuah kekeramatan, kata Fauzan Dt. Marajo Nan Elok.
5.Mejan tinggi 5 meter di lokasi parak Sabri sekarang di Suayan Randah
6.Menhir tinggi sekitar 4,5 meter tercabut tergeletak di simpang tiga jalan kampung di sekitarnya terdapat pula beberapa mejan kecil dan sedang tidak jauh dari masjid Nurul Hidayah Suayan Randah yang dulu punya tabuah potongan tengah dari tiga potongan Tabuah Sosai 30 meter tadi.
7.Ada juga mejan di sebuah masjid modern, sayang menhir itu ditempatkan di sebuah kolam yang digenangi air dilapis pula dengan semen terkesan menghilangkan aslinya.

Selain itu juga terdapat tekonologi zaman batu megalitik jejak arkeologis dalam bentuk keperluan rumah tangga. Bentuknya lesung batu penumbuk padi dan atau penumbuk kopi. Terdapat lesung batu di halaman rumah pusaka kaum Jambak M.Damris Dt. Putiah. Demikian pula, lesung batu tak jauh dari halaman rumah ibu Lis di Suayan Tinggi. Lesung batu hasil produk teknologi megalitik itu sebenarnya teramati pada banyak di lakasi lain di Suayan Randah dan Suayan Tinggi. Pada umumnya lesung batu itu tidak jauh dari mejan versi menhir itu.

Rombongan SAKO’s Journey:
Situs Jadikan Cagar Budaya kalau tak mau lenyap

Rombongan SAKO’s Journey di antaranya GG. Dt. Parpatiah, Hanafi Zen St. Bagindo, AR Piliang Malin Marajo, S.Katik Malano, YY Dt.Rajo Bagindo, Januarisdi Rio Mandaro, Hasanuddin Yunus Dt. Tan Patiah, MD. Dt. Putiah, J.Angku Janiah, Bundo/ Ny. Hanafi, Bundo/ Ny. GG Dt. Parpatiah, Bundo/ Ny. Sepit Sugiarti Ningsih, Bundo Yapriati lainnya.

Kunjungan diterima dan didampingi ninik mamak Nagari Suayan. Di antaranya Fauzan Dt. Marajo Nan Elok, Dt. Ompek, Dt. Khudum, Dt. Manggung Sati, Angku Sati, Malin Sati serta keluarga kaum MD Dt. Putiah ibu Mis dan Ibu Ros serta isteri Dt. Putiah lainnya.

Dalam menelusuri berbagai situ, terpikir oleh tim SAKO’s Journey situ-situs Nagari Suayan ini menunjukkan bahwa nagari ini terkesan nagari tua. Situsnya penting dipelihara.

Direkomendasikan melalui walinagari Suayan ke Bupati 50 Kota, situs-situs Suaya ini segera dilihat dan ditetapkan sebagai benda-benda cagar budaya dan selanjutnya patut mendapat penanganan Dinas yang membidangi kebudayaan di tingkat kabupaten serta selanjutnya dilola dan dilindungi oleh Badan Cagar Budaya Sumatera Barat dan Riau.

Kalau tidak segera dilindungi, situs ini akan terancam lenyap. Indiskasinya terdapat fakta, mejan versi menhir di Suayan ini sudah ada yang tercabut dan rebah bergeser dari tempat semula. Ada juga fakta dirusak menjadikannya fungsi batu asahan untuk mengasah alat perkakas pertanian.

Demikian pula lesung batu sudah bergeletakan tidak terletak lagi pada lokasi semula. Masyarakat tidak dapat dipersalahkan, karena memang mereka tidak tahu fungsi situs ini sebagai bagian kekayaan nagari mereka dan kalau dilola dengan baik dapat menjadi investasi ekonomi kreatif karena akan dikunjungi sejarawan dan wisatawan. Ironis! Memang.

Bagikan: