TABEDO – Bagian 13
Bagikan:

Oleh: Phillar Mamara

!!!
Beberapa hari kemudian.

Waktu menunjukkan pukul lima sore. Tidak ada kuliah berikutnya, karena dosennya tidak datang.

”Pulang yok!” ajak Iskandar.
”Ayok,” jawab Vitlan singkat, sembari menggamit tangan Iskandar keluar ruang kuliah.
”Ke mana kalian,” tanya Syarief.
”Pulang,” jawab mereka berdua, sembari menghentikan langkah mereka.
”Jadi tidak nanti malam ke rumahku,” tanya Syarief.
”Tengok nantilah. Yok Ndar,” kata Vitlan, sembari menggamit tangan Iskandar.
”Yok,” jawab Syarief mengacungkan jempolnya.

Berdua, mereka menyusuri jalan HM Joni. Sesekali terlihat mereka ngobrol. Sampai di jalan Sisingamangaraja, di depan makam pahlawan, sebuah jip berhenti di samping mereka.

”Selamat sore, Vitlan Gumanti kan,” tanya orang yang baru saja turun dari jip, mengarahkan telunjuknya ke Vitlan.
”Ya, kenapa,” jawab Vitlan.
”Ayo ikut kami sebentar,” kata orang tersebut, sembari mendorong Vitlan ke atas jip.
”Ada apa ini,” kata Vitlan dengan sedikit berontak.
”Ayo ikut saja,” kata orang tersebut, sambil menarik tangan Vitlan ke atas mobil.
Vitlan tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mengikuti perintah orang tersebut.
”Kasih tahu Makku ya Ndar,” pinta Vitlan kepada Iskandar.
”Ya Lan,” jawab Iskandar sambil melongo melihat Vitlan berlalu dibawa jip berwarna hijau tua itu.

Iskandar kembali berjalan dengan sedikit agak bergegas.
Mak sedang membungkus nasi pesanan pembeli, ketika seorang berseragam militer datang menghampirinya.

”Selamat sore Buk,” sapanya.
”Selamat sore,” jawab Mak dengan penuh selidik.
”Apa di sini rumah Alan, maksudnya, Vitlan Buk?”
”Iya, kenapa?” jawab Mak curiga.
”Apa dia ada Buk?” tanyanya lagi.
”Ndak ada, kuliah,” jawab Mak.
”Jam berapa dia biasa pulang Buk?”
Mak tampak ragu dan tambah curiga.
”Buk, Ibuk tidak usah takut, panggil saja saya Sihombing, saya ini temannya si Alan Buk,” jelas orang berseragam tersebut meyakinkan Mak.
”Saya ke sini mau bertemu Alan, kami sudah janji kemarin jumpa di sini Buk,” lanjutnya.

Belum sempat Mak menjawab, tiba-tiba tangannya digamit Iskandar (yang datang tergopoh-gopoh) ke bagian dalam kedai.
”Buk, Alan ditangkap Koramil barusan dan dibawa pakai mobil jip arah ke sana,” lapor Iskandar pada Mak sembari memberi isyarat dengan jari telunjuk di dada, menunjuk arah Simpang Limun.

Mak tergagap spontan melirik Sihombing yang berdiri di samping steling nasi. Sekilas Si-hombing menangkap kata-kata Koramil, dan
”Alan dibawa Koramil ya Dik,” tanya Sihombing kepada Iskandar.
Dengan sedikit keraguan Iskandar mengangguk. Mak semakin curiga.
”Ada apa dia kok ditangkap,” selidik Sihombing.
”Ndak tahu Pak, tadi kami sedang jalan pulang kuliah, pas di depan makam pahlawan itu, tiba-tiba mobil jip Koramil berhenti, terus Vitlan mereka naikan ke monil jip itu,” jelas Iskandar.
”Ada apa ya?, tapi Ibuk tidak usah kuatir, saya akan ke sana dan membawa Alan pulang,” hibur Sihombing mencoba menenangkan Mak.
”Permisi Buk,” pinta Sihombing sembari berjalan ke keretanya yang diparkir di tepi jalan dan berlalu dari pandangan Mak dan Iskandar.

Mak duduk terhenyak di kursi di sudut dekat steling. Pikirannya galau memikirkan Vitlan yang ditahan Koramil. Dia mulai berpikir macam-macam tentang keadaan Vitlan. Bayangan buruk tentang penderitaan orang-orang yang ditangkap aparat, silih berganti muncul di benaknya. Wajah Awai, Cecep, Binsar, Sulung yang lembam-lembam, mata bengkak, kaki pincang akibat penyiksaan aparat kembali hadir di pelupuk matanya. Air mata mulai berlinang di pelupuk matanya.

”Buk, saya permisi Buk, pulang,” pinta Iskandar mohon diri kapada Mak.
”He’e ya, Nak. Makasih ya,” jawab Mak sedikit tergagap sontak dari lamunannya.
Iskandar berlalu, mak kembali terhenyak.

Hari semakin senja, langit mulai meredup pertanda sebentar lagi malam kan datang. Mak semakin gusar. Sebentar-sebentar ia mendongakan kepalanya ke arah simpang jalan.

Waktu berjalan terus. Azan maghrib telah terdengar berkumandang dari menara-menara masjid. Mak masih duduk di tempat semula. Vitlan belum juga pulang. Mak semakin risau. Sebatang rokok telah habis dihisapnya. Mak merogoh kantong baju, mengeluarkan bungkus rokok commodore filter dan menyulut sebatang lagi.

Herman muncul dari dalam, dan
”Mak, maghrib,” kata Herman.
”Ya, jaga kedai ya Man,” balas Mak dan berlalu ke belakang.
”Ya Mak,” jawab Herman.

!!!

Turun dari jip, Vitlan langsung digiring ke sebuah ruang di bagian dalam kantor Koramil.

”Duduk,” kata salah seorang aparat Koramil kepada Vitlan, sembari menunjuk sebuah kursi di depan meja.

Padanan kata:
Kereta = sepeda motor

bersambung

Bagikan: