Tabedo – Bagian 36
Bagikan:

Oleh: Phillar Mamara

Tamat dari MTs, Vitlan meneruskan sekolah ke STM yang baru saja dibuka di kota madya Sawah Lunto. Sekolah ini didirikan atas kerjasama pemerintah daerah dengan PN Tambang Batubara Ombilin (TBO). Ada tiga jurusan dibuka, yakni: Jurusan Mesin, Sipil dan Listrik. Banyak sekali peminat mendaftar di sekolah ini. Bahkan sebahagian pegawai PN TBO ikut menimba ilmu di sini.

Ada satu kelebihan yang dimiliki sekolah ini yang tidak dimiliki oleh STM lain, yakni: siswa kelas 1 dan 2, praktek dua kali dalam sepekan. Sementara siswa kelas 3, praktek setiap hari. Pelaksanaan prakteknya disesuaikan dengan jam kerja karyawan. Bedanya, kalau karyawan bekerja hingga sore, sedangkan praktek siswa hanya sampai jam istirahat siang.

Di kota Sawah Lunto inilah, Vitlan membentuk dirinya menjadi seorang laki-laki menuju kedewasaan diri. Ia masak sendiri, karena itu ia mesti dapat mengatur keuangannya agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dari bulan ke bulan. Mamanya berpesan kepadanya agar senantiasa berhemat. Kalau dapat ia bisa menyisakan uang belanjanya untuk ditabung.

Ada dua hal yang membuat dirinya tetap bisa menabung, yakni:

  1. Adanya kegiatan praktek memasang dan membongkar instalasi listrik di acara pesta perkawinan yang hampir setiap Sabtu dan Minggu dilaksanakan oleh masyarakat, sehingga ia dan teman sekolahnya dapat makan gratis selama 2 hingga 3 hari dalam sepekan.
  2. Adanya bongkar muat kayu log untuk penyanggah lubang tambang, setiap Rabu malam, dari truk ke gudang tambang. Vitlan dan teman-temannya dapat memindahkan 2 hingga 4 truk, dengan upah yang lumayan. Hasil dari bongkar muat ini cukup beli rokok, nonton film dan biaya nongkrong hari-harian.

Dengan adanya dua kegiatan ekstra ini, membuat Vitlan dapat menghemat uang belanja yang dikirim mamanya.

Vitlan remaja berkembang dengan sempurna. Tubuh atletis, dengan tinggi di atas 170 cm dan wajah yang cukup tampan, rambut hitam, tebal dan ikal. Penampilannya yang selalu ceria dan mudah senyum, membuat banyak gadis sebaya yang ingin menjadi pacarnya. Bahkan seorang guru bidang studi, yang baru diangkat menjadi guru di sekolahnya pernah menjadi kekasihnya.

Pernah anak gadis dari seorang pejabat di PN TBO, Nuning namanya,  yang belajar di SMAN mengirim surat padanya. Surat itu disampaikan melalui temannya. Dalam suratnya, Nuning terus terang menyatakan suka dan ingin menjadi teman istimewa Vitlan. Gadis ini terkesan agak agresif dalam mendekatinya. Ini terlihat dari tingkah yang diperlihatkannya. Ia selalu berusaha mengambil jalan pergi ke sekolah, di mana ia dapat berpapasan dengan Vitlan, setiap kali Vitlan pergi praktek.

Tidak tahan hanya saling melempar senyum, setiap kali berpapasan di jalan ketika pergi sekolah, satu pagi, saat berpapasan di jembatan penyeberangan orang di sebelah jembatan kereta api, Nuning menghentikan langkah Vitlan, dengan menutup jalannya. Vitlan tergagap melihat sikap Nuning tersebut. Ia mencoba memberi senyuman dan minta diberi jalan. Nuning membalas dengan tatapan tajam tidak berkedip. Vitlan menjadi salah tingkah dan menunduk.

”Mas, kok terus diam saja,” sapa Nuning.

”Ndak apa-apa,” jawab Vitlan singkat.

”Surat saya kok ndak dibalas, Mas?” lanjutnya.

”Ng, ng, nantilah,” jawab Vitlan gugup.

”Saya tunggu ya, Mas”, sembari memberi jalan.

Vitlan berlari begitu lepas dari hadangan Nuning, menuju tempat praktek. Waktu sudah mendekati apel pagi pegawai tambang. Beruntung ia tiba tepat waktu dan segera ke bidang prakteknya hari itu. Teman-temannya sudah menunggu di atas lori yang akan membawa mereka ke lapangan.

Pulang dari praktek, Vitlan sengaja tidak pulang ke tempat kos. Ia memilih singgah ke rumah temannya, Anto yang juga berfungsi sebagai warung jajanan. Vitlan memesan seporsi Lotek dan sepiring nasi putih, untuk makan siang.

Tengah ia makan, Nining, adiknya Anto datang mendekat, lalu duduk di samping kirinya. Ia menanyakan balasan surat dari Nuning tempo hari. Kepada Nining, ia menceritakan kejadian yang dialaminya pada pagi harinya dihadang oleh Nuning. Mendengar penuturan Vitlan (dengan nada dan mimik yang begitu serius), Nining tertawa cekikikan, hingga air matanya keluar. Sambil mengusap pipinya dengan punggung tangannya, ia mengatakan kepada Vitlan, bahwa Nuning itu sangat serius kepadanya, dan berharap sekali menjadi kekasih Vitlan.

Vitlan bukannya tidak suka kepada Nuning. Wajahnya oval, hidung mancung dan rambut ikal sebahu. Kulitnya kuning cerah, dengan tubuh langsing. Akan tetapi ia lebih tertarik pada Emy, siswi SKKA, yang dikenalnya waktu sama-sama menjadi panitia bersama di acara ulang tahun kota Sawah Lunto.

Dibandingkan dengan Nuning yang tinggi semampai, Emy berperawakan kecil mungil, berambut sepinggang, berkulit kuning langsat dan beralis mata tebal. Meski lebih tua sedikit darinya, tetapi ia lebih menggantungkan cinta dan harapannya pada Emy. Ketenangan dan kelembutan Emy, yang mencitrakan seorang ibu idaman, sungguh memberikan pengaruh mendalam pada diri Vitlan, sehingga membuatnya tidak hendak membuka pintu hatinya kepada gadis yang lain.

 Sikapnya terhadap perempuan yang demikian tidak terlepas dari bimbingan ibunya, yang selalu mengajarkan kelemahlembutan dan kehati-hatian. Kegundahan, kekesalan, kemarahannya akan hilang dalam sekejap, bila sudah berada di dalam rangkulan ibunya. Hal yang sama didapatkannya dalam diri Emy.

#####

Rapat OSIS dengan kepala sekolah dan pembina OSIS lainnya menetapkan Sumarno sebagai ketua dan Vitlan sebagai sekretaris panitia studi tour. Studi tour itu akan dilangsungkan dua bulan kemudian. Tujuannya adalah STMN Payakumbuh dan PLTA Batang Agam. Acaranya akan berlangsung selama tiga hari, Jumat sampai Minggu.

Agenda kegiatan yang sudah dipersiapkan adalah: Berangkat dari sekolah pagi hari Jumat, tiba di tempat tujuan sebelum tengah hari. Selesai shalat Jumat dan makan siang, acara perkenalan dan sambung rasa. Kemudian dilanjutkan pertandingan persahabatan, yang mempertandingkan; Bola Basket, Volley, Catur, dan Tenis Meja. Hari kedua kunjungan belajar ke PLTA Batang Agam, hingga siang harinya. Kembali ke sekolah untuk makan dan istirahat. Studi Tour dilanjutkan dengan acara pentas seni pada malam harinya di halaman sekolah. Hari ketiga, setelah acara perpisahan, pagi harinya, kegiatan dilanjutkan dengan rekreasi ke Kapalo Banda Taram dan Lembah Harau, kemudian kembali pulang ke Sawah Lunto.

Bersama-sama dengan Sumarno, Siswo dan Bahrum, Vitlan menjalani hari-hari menjelang pelaksanaan Studi Tour dengan kesibukan ekstra. Pagi, praktek hingga siang, terus sore hingga malam belajar di sekolah. Di sela-sela waktu itu, mereka harus mengadakan rapat dan koordinasi dengan Wakil Kepala sekolah selaku Pembina OSIS, melakukan evaluasi kerja kepanitiaan dan mengerjakan apa yang mesti dikerjakan, untuk suksesnya kegiatan Studi Tour, yang akan dilaksanakan.

bersambung

Bagikan: