Tabedo – Bagian 4
Bagikan:

Oleh: Phillar Mamara

Di rumah Cicik,

Setelah melepas kepulangan Vitlan ketiga gadis itu segera masuk dan duduk kembali di kursi tamu.

“Lain kali kalian harus lebih hati-hati,” nasihat Ibu kepada mereka.

“Ya Buk, tapi kami tidak menduga sama sekali kalau sampai dijahili anak kecil itu, Buk,” timpal Cicik.

“Untung ada yang menolong kalian, dan sekarang ayo tidur, sudah larut, nanti kesiangan,” balas ibu seraya berlalu ke kamar.

Bertiga mereka membereskan dan merapikan rumah, lalu masuk ke kamar. Sembari ganti pakaian.

“Bang Vitlan itu ganteng ya?” kata Cicik.
‘Bukan hanya ganteng, tapi juga baik hatinya,’ sambung Raudah.

Icha hanya diam. Selesai ganti pakaian ia langsung naik ke atas ranjang, meraih guling dan memeluknya, terus memejamkan mata. Cicik dan Raudah melakukan hal yang sama.
Malam itu Icha tidak dapat tidur. Pikirannya menerawang, bayangan Vitlan dan kejadian-kejadian yang dialaminya bersama kedua saudaranya silih berganti muncul di pelupuk matanya. Kadang ia tersenyum bila terbayang wajah, tatapan, senyuman, dan genggaman tangan Vitlan. Di lain kesempatan ia menjadi cemas, apakah pertemuan tadi hanya akan sampai disitu saja, dan tidak akan berlanjut di hari-hari mendatang. Apakah ia akan dapat bertemu lagi dengan orang yang baru saja hadir di hatinya.

Jam dinding telah menunjukan waktu pukul 03.30 WIB dinihari. Mata Icha tak kunjung terpejam. Ia bangkit dan mengambil tas, mengeluarkan buku hariannya, dan mulai menulis.
“Hari ini merupakan hari kedua aku berada di kota Medan. Kehadiranku di Medan adalah memenuhi permintaan makcik untuk membantu pekerjaan beliau mengelola catering untuk keperluan berbagai macam pesta.Tadi pagi aku bangun pukul 05.00 WIB. Selesai shalat shubuh, aku sudah disibukan oleh pekerjaan rumah membantu makcikku di dapur. Kemudian ke pajak berbelanja. Pulang dari pajak menyiapkan pesanan, kemudian mengantarkannya. Aku letih dan lelah sekali.
Tadi sore aku hanya dapat tidur sejenak, dan aku ingin segera dapat tidur lagi begitu selesai shalat maghrib. Akan tetapi kedua sepupuku memaksaku untuk menemani mereka nonton pentas musik. Aku jadi bersemangat mendengarnya, dan aku sangat ingin untuk melihat dan menyaksikan penampilan pemusik-pemusik kota Medan beraksi.
Kami berangkat ke tempat acara, dan aku sangat menikmati acara malam ini. Aku tak menduga sama sekali kalau sampai dijahili oleh orang lain, anak kecil lagi, sebagaimana aku tak pernah menduga akan bertemu dengan seorang lelaki tampan bernama Vitlan Gumanti.
Aah, ia telah mengusik hidupku, ia telah membuatku tak dapat tidur, Ia telah membuatku tersenyum dan gelisah. Aku memikirkannya, Aku mencemaskannya, aku merindukannya, aku menginginkannya, di sisiku, di hatiku.
Ooh Ibu, mungkinkah anakmu terbakar asmara. Ooh Makcik mungkinkah aku telah jatuh cinta. Ooh sepupuku, mungkinkah kalian merasakan hal yang sama seperti halnya diriku, pada lelaki yang sama ?
Ach, apa mungkin aku hanya berkhayal?
Tapi …

bersambung

Bagikan: